MAKALAH HUKUM PSIKOLOGI YANG MENDASARI AKTIVITAS MANUSIA (ingatan, berpikir, perasaan, dan motif)


MAKALAH
HUKUM PSIKOLOGIS YANG MENDASARI AKTIVITAS MANUSIA
( INGATAN, BERPIKIR, PERASAAN, DAN MOTIF )

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Psikologi Pendidikan



Oleh:
Ashfiyati (1606103020034)
Fahlida Harnita (1606103020010)
Yasrina (1606103020011)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUANDAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2017

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman, kerabat, dan semua pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan bantuannya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan.
            Adapun tujuan utama atas penyusunan makalah ini guna memenuhi salah satu tugas mata kuliahPsikologi Pendidikan.
Kami menyadari dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membangun,demi terciptanya makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


Banda Aceh, 19 Oktober 2017

Penyusun








DAFTAR ISI


 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia adalah mahkluk ciptaan Allah swt yang lebih istimewa dibanding dengan mahkluk ciptaan Allah lainnya. Salah satu keistimewaan manusia adalah karena memilki akal yang dapat dipergunakan untuk berfikir. Dalam ilmu psikologi sangat erat pembahasan tentang manusia serta sifat-sifatnya, baik sifat dari dalam maupun dari luar diri manusia yang bisa mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhannya.
Selain itu, psikologi juga mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak tidak dapat diamati. secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu dapat dicari beberapa kaidah hukum psikologi yang mendasari hukum-hukum tersebut, sehingga dengan demikian akan dapat memahami anak didiknya dengan lebih baik.
Sebagaimana telah di katakan, psikologi mempersoalkan aktivitas manusia, baik yang dapat di amati maupun yang tidak. Secara umum aktivitas-aktivitas dan penghayatan itu dapat di cari hukum-hukum psikologis yang mendasarinya. Adalah penting sekali para pendidik mengetahui hukum-hukum tersebut sehingga dengan demikian akan dapat memahami anak didiknya dengan lebih baik. Dalam meninjau masalah ani kita menempatkan manusia di dalam dunianya, selanjutnya kita coba jelaskan apa yang di hayati, sbagaimana  penghayatannya, dan apa yang di kerjakannya, apa yang mendorongnya, dan sebagainya. Tentu saja yang di kemukakan  di saini hanyalah terbatas pada hal-hal yang relevan bagi psikologi pendidikan saja.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1.      Bagaimana pengertian ingatan, berfikir, perasaan, dan motif ?
2.      Sebutkan macam-macam berfikir, perasaan dan motif !
3.      Sebutkan golongan-golongan ingatan, perasaan,dan motif !

1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui bagaimana pengertian ingatan, perasaan, dan motif.
2.      Untuk mengetahui macam-macam berfikir, perasaan, dan motif.
3.      Untuk mengetahui penggolongan ingatan, perasaan, dan motif.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    INGATAN

1.      Pengertian
Pribadi manusia beserta aktivitas-aktivitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses di masa yang lampau; pengaruh-pengaruh dan proses-proses yang lampau ikut menentukan. Pribadi berkembang di dalam suatu sejarah di mana hal yang lampau dalam cara tertentu selalu ada dan dapat diaktifkan kembali.
Secara teori dapat kita bedakan adanya tiga aspek dalam berfungsinya ingatan itu, yaitu:
a.       Mencamkan, yaitu menerima kesan-kesan
b.      Menyimpan kesan-kesan, dan
c.       Mereproduksi kesan-kesan
Atas dasar kenyataan inilah, maka biasanya ingatan didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksi kesan-kesan.
Pensifatan yang diberikan kepada ingatan juga lalu diberikan kepada masing-masing aspek itu. Ingatan yang baik mempunyai sifat-sifat : cepat atau mudah mencamkan, serta teguh, haus dalam menyimpan, dan siap atau sedia dalam mereproduksi kesan-kesan.
Ingatan cepat artinya mudah dalam mencamkan sesuatu hal tanpa menjumpai kesukaran. Ingatan setia artinya apa yang telah diterima (dicamkan) itu akan disimpan sebaik-baiknya, tak akan berubah, jadi tetap cocok dengan keadaan waktu menerimanya. Ingatan teguh artinya dapat menyimpan kesan dalam waktu yang lama, tidak muda lupa. Ingatan luas artinya dapat menyimpan banyak kesan-kesan. Ingatan siap artinya mudah dapat mereproduksikan kesan yang telah disimpannya.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, maka apa yang telah dikemukakan dapat diikhtisarkan seperti pada bagan yang terdapat di bawah ini (lihat bagan 2.2)


 





2.      Mencamkan
Menurut terjadinya, mencamkan itu dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
(a). Mencamkan yang sekehendak, dan
(b). Mencamkan yang tidak sekehendak
Mencamkan yang tidak sekehendak atau tidak disengaja itu artinya dengan tidak dikehendaki, tidak disengaja, memperoleh sesuatu pengetahuan. Sedangkan mencamkan dengan sekehendak atau dengan sengaja artinya mencamkan dengan sengaja dan dikehendaki dengan sadar sungguh-sungguh mencamkan sesuatu. Aktivitas mencamkan dengan sengaja ini biasanya kita sebut menghafal. Penelitian-penelitian serta eksperimen-eksperimen dalam lapangan ini telah berhasil merumuskan hal-hal yang dapat membantu menghafal atau mencamkan itu. Sementara dari hasil-hasil tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Menyuarakan menambah  pencaman.
Pencaman bahan akan lebih berhasil  apabila orang yang tidak saja membaca bahan pelajaran, tetapi juga menyuarakannya dan mengulang-ulangnya. Hal yang demikian itu diperlukan sekali terutama kalau yang dicamkan adalah perumusan-perumusan yang harus diingat secara tepat, ejaan-ejaan dan nama-nama asing, atau hal-hal yang sukar.
b.      Pembagian waktu belajar yang tepat menambahkan pencaman.
Belajar secara borongan, yaitu sekaligus banyak dan dalam jangka waktu yang lama umumnya kurang menguntungkan.
c.       Penggunaan metode belajar yang tepat mempertinggi pencaman. Dalam hubungan ini kita mengenal adanya tiga macam metode belajar, yaitu:
·         Metode keseluruhan atau metode G (Ganzlern-methode), yaitu metode         menghafal dengan mengulang berkali-kali dari per mulaan sampai akhir.
·         Metode bagian atau metode T (Teillern methode), yaitu menghafal sebagian demi sebagian. Masing-masing bagian itu dihafal
·         Metode campuran atau metode V (Vermittelendelern-methode) yaitu menghafal bagian-bagian yang sukar dahulu, selanjutnya dipelajari dengan metode keseluruhan.
Disamping ketiga hal yang telah dikemukakan itu masih ada lagi faktor-faktor yang menambah atau mempertinggi pencaman itu, yaitu:
v  Mneumotechnik atau titian ingatan, yaitu dengan akal dicari jalan supaya bahan yang dihafal mudah dicamkan. Seperti misalnya untuk menghafal nada-nada pada tanda silang (cross) dipakai cara : g- (udeg) d (jogya) a (mat) e (nak) b (anyak) f (itamin) c. Dengan cara ini maka orang akan lebih mudah menghafal urut-urutan nada : g, d, a, e, b, fis,cis.
v  Penggolongan secara rythmis. Tembang macapat itu kiranya merupakan ilustrasi yang sangat baik untuk menjelaskan hal ini.
v  Penggolongan kesatuan dalam ruang (secara ruang). Prinsip inilah yang mendasari penggunaan bagan-bagan ikhtisar-ikhtisar, tabel-tabel, dan lain-lain usaha yang sejenis dengan itu.
v   Penggolongan menjadi kumpulan-kumpulan yang berarti. Misalnya kalau kita harus menghafal deretan angka-angka 431784574, maka digolongkan menjadi 43/17 8 45/74.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pencaman itu diperkuat oleh faktor struktur bahan yang dicamkan dan sikap batin orang mengenai bahan itu.

3.      Mengingat dan Lupa
Soal mengingat dan lupa biasanya juga ditunjukkan dengan satu pengetian saja, yaitu retensi, karena memang sebenarnya kedua hal tersebut hanyalah memandang hal yang satu dan sama dari segi yang berlainan. Hal yang diingat adalah hal yang tidak dilupakan, dan hal yang dilupakan adalah yang tidak diingat (tak dapat diingat kembali).
Setelah kita selesai mencamkan, banyak sekali hal-hal yang kita lupakan, tetapi lebih kemudian yang kita lupakan lagi makin lama makin sedikit. Maka bahan yang ingin kita ingat denga baik, haruslah terus-menerus kita ulangi; dan untuk keperluan ini tentu saja kita harus membagi waktu belajar secara baik.
Selanjutnya dalam hubungan dengan soal mencamkan ini perlu dikemukakan satu soal lagi yang kiranya sangat penting kedudukannya, yaitu: interferensi. Adapun yang dimaksud dengan interferensi itu ialah menjadi lebih sukarnya belajar yang disebabkan oleh hambatan bahan-bahan yang telah dipelajari lebih dulu. Interferensi yang demikian itu disebut juga interferensi asosiatif.

4.      Reproduksi
Reproduksi adalah pengaktifan kembali hal-hal yang telah dicamkan. Dalam reproduksi ada dua bentuk, yaitu:
a.       Mengingat kembali (recall), dan
b.      Mengenal kembali (recognition)
Adapun beda antara mengingat kembali  dan mengenal kembali  ialah:
·         Pada mengingat kembali tak ada objek yang dapat dipakai sebagai  tumpuan atau pegangan dalam melakukan reproduksi itu. Misalnya kehilangan sepeda lalu ditanya ciri-cirinya, bagaimana ciri-ciri sepeda yang hilang itu. Disini tanpa pertolongan berisaha untuk diingat kembali.
·         Pada mengenal kembali ada sesuatu yang dapat dipakai sebagai tumpuan dalam melakukan reproduksi itu sebagai objek untuk mencocokan. Misalnya kehilangan sepeda, lalu diperlihatkan sebuah sepedadan ditanya apakah itu sepeda yang hilang, untuk ini kita mencocokkan kesan yang telah tersimpan dalam jiwa kita dengan benda yang diamati.

5.      Asosiasi
Asosiasi adalah hubungan antara tanggapan yang satu dengan tanggapan yang lainya dalam jiwa. Menurut ahli psikologi asosiasi antara tanggapan-tanggapan itu ada semacam kekuatan halus yang menyebabkan bahwa bila salah satu dari tanggapan-tanggapan itu masuk ke dalam kesadaran, maka tanggapan itu “memanggil” tanggapan yang lain dan membawanya ke dalam kesadaran.
Sudah semenjak Aristoteles telah dicoba dirumuskan hukum-hukum asosiasi, yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh sederetan ahli-ahli yang lebih kemudian.
Adapun hukum-hukum asosiasi itu adalah:
a.       Hukum sama saat atau serentak; beberapa tanggapan yang dialami dalam waktu bersamaan cenderung untuk berasosiasi antara satu dengan lainnya. Misalnya antara bentuk benda dengan namanya, dengan baunya. Karena pada waktu kita melihat benda itu kita mendengar namanya, membau-baunya, mencecap rasanya, dan sebagainya.
b.      Hukum berturutan: beberapa tanggapan yang dialami berturut-turut, cenderung untuk berasosiasi antara satu denga yang lainnya. Misalnya kita dengar orang mengucapkan ABCD, timbul dalam kesadaran kita EFGH dan selanjutnya; kalau kita membaca 1234, timbul dalam kesadaran kita 5678 dan selanjutnya; kalau kita mendengar nyanyian Indonesia, timbul dalam kesadaran kita tanah airku; dan sebagainya
c.       Hukum kesamaan atau kesesuaian: beberapa tanggapan yang bersesuaian cenderung untuk berasosiasi antara satu dengan lainnya. Misalnya kalau kita melihat potret seseorang, lalu teringat akan orangnya; kita melihat seorang anak, lalu teringat akan ayahnya, dan sebagainya.
d.      Hukum berlawanan: tanggapan-tanggapan yang saling berlawan akan berasosiasi satu sama lainnya. Misalnya kalau kita saksikan mobil-mobil mewah yang berluncuran di jalan, kita teringat akan para peminta-minta yang bergelandangan di emper-emper toko; kita saksikan orang yang sangat gemuk kita teringat akan orang yang sangat kurus, dan sebagainya.
e.       Hukum sebab-akibat: tanggapan yang mempunyai hubungan sebab-akibat cenderung berasosiasi satu sama lain. Misalnya pada waktu hujan lebat sekali kita teringat akan banjir, dan sebagainya.

6.      Beberapa catatan praktis
Penyelidikan psikologis tentang ingatan telah cukup banyak dilakukan oleh para ahli, dan hasilnya banyak yang langsung bersangkut-paut dengan soal belajar. Dalam membimbing perkembangan anak didik seyogianya hasil-hasil yang telah dikemukakan dipergunakan sebaik-baiknya supaya dapat dimanfaatkannya secara maksimal.
·         Pada waktu menghafal hendaklah kondisi-kondisi diatur sedemikian rupa, sehingga dapat dicapai hasil maksimal, seperti misalnya menyuarakan, pembagian waktu belajar yang tepat, pemilihan teknik-teknik yang tepat, dan sebagainya.
·         Mereproduksikan dapat diperlancar dengan memperkaya atau menyempurnakan bahasa
·         Mengingat akan peranan interferensi dapatlah diatur waktu-waktu untuk belajar sebaik mungkin, sehingga hal-hal yang dipelajari dapat tertanam benar-benar.
·         Individu-individu berbeda-beda dalam kemampuannya mengingat, tetapi tiap orang dapat meningkatkan kemampuan mengingatnya dengan pengaturan kondisi yang lebih baik dan penggunaan metode yang lebih tepat.

B.     BERFIKIR

1.      Pengertian
Berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan cirin yang khas yang membedakan manusia dengan hewan. Manasia dapat berpikir karena manusia mempunyai bahasa. Bahasa adalah alat terpenting bagi berpikir. Tanpa bahasa manusia tidak dapat berpikir. Plato pernah mengatakan dalam bukunya Sophistes “berbicara itu berpikir yang keras (terdengar), dan berpikir itu adalah “berbicara batin”. 
Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Menurut ahli-ahli psikologi asosiasi berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan di mana subjek yang berpikir positif. Plato beranggapan bahwa berpikir itu adalah berbicara dalam hati. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa berpikir adalah aktivitas ideasional. Pada pendapat yang terakhir itu dikemukakan dua kenyataan, yaitu:
a.       Bahwa berpikir itu adalah aktivitas, jadi subjek yang berpikir aktif, dan
b.      Bahwa aktivitas itu sifatnya ideasional, jadi bukan sensoris dan bukan motoris, walaupun dapat disertai oleh kedua hal itu; berpikir itu mempergunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.
Selanjutnya ada pendapat yang lebih menekankan kepada tujuan berpikir itu, yaitu yang mengatakan bahwa berpikir itu adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita (Bigot dkk., 1950 : 103). Bagian-bagian pengetahuan kita yaitu segala sesuatu yang telah kita miliki yang berupa pengertian-pengertian dan dalam batas waktu tertentu juga tanggapan-tanggapan.
Berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Ciri-ciri yang terutama dari berpikir adalah adanya abstraksi.

2.      Pendapat Beberapa Aliran Psikologi tentang Berpikir
v  Psikologi Asosiasi mengemukakan, bahwa berpikir itu tidak lain dari pada jalannya tanggapan-tanggapan yang dikuasai oleh hukum asosiasi. Aliran psikologi asosiasi berpendapat bahwa dalam alam kejiwaan yang penting ialah terjadinya, tersimpannya dan berkerjanya tanggapan-tanggapan.
v  Aliran Behaviorisme: berpendapat bahwa “berpikir” adalah gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara seperti halnya bila kita mengucapkan “buah pikiran”. Jadi menurut Behaviorisme “berpikir” tidak lain adalah bicara.
v  Psikologi Gestalt berpendapat bahwa proses berpikirpun seperti proses gejala-gejala psikis yang lain merupakan kebulatan. Maka penganut psikologi Gestalt memandang berpikir itu merupakan keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat kita amati dengan alat indra kita.
v  Sehubungan dengan pendapat para ahli psikologi Gestalt itu, maka ahli-ahli psikologi sekarang sependapat bahwa proses berpikir pada taraf yang tinggi pada umumnya melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1.      Timbulnya masalah, kesulitan yang harus dipecahkan,
2.      Mencari dan mengumpulkan fakta-fakta yang dianggap sangkut pautnya dengan pemecahan masalah,
3.      Taraf pengolahan atau pancernaan, fakta diolah dan dicernakan, 
4.      Taraf penemuan atau pemahaman; menemukan cara memecahkan masalah,
5.       Menilai, menyempurnakan dan mencocokkan hasil pemecahan.

3.   Beberapa Macam Cara Berpikir
a.   Berpikir Induktif
Berpikir  induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju kepada yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri/sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena tadi.
b.      Berpikir Deduktif 
Sebaliknya dari berpikir induktif, maka berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju kepada yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori ataupun prinsip ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ ia menerapkannya kepada fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut.


c.   Berpikir Analogis
Analogi  berarti persamaan atau perbandingan . berpikir analogis ialah berpikir dengan jalan menyamakan  atau memperbandingkan fenomena-fenomena yang biasa/pernah dialami. Di dalam cara berpikir ini, orang beranggapan bahwa kebenaran dari fenomena-fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang dihadapi sekarang.

4.      Proses  Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu: pembentukan pngertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan.
a.       Pembentukan pengertian
Pengertian atau pengertian logis dibentuk melalui empat tingkat, sebgai berikut:
1.      Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis. Objek tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu. Misalnya mau membnetuk pengertian manusia. Kita ambil manusia dari berbagai  bangsa lalu kita analisis  ciri-cirinya, misalnya: ciri-ciri manusia Indonesia, manusia eropa, manusia negro, manusia cina, dll. Seperti :
Ciri-ciri manusia indonesia :
·         Makhluk hidup
·         Berbudi
·         Berkulit sawo matang
·         Berambut hitam
·         Dan sebagainya
2.      Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
3.      Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-cirinya yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri-ciri yang hakiki itu ialah makhluk hidup yang berbudi




b.      Pembentukan pendapat
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalam bahasa disebut kalimat, yang terdiri dari pokok kalimat atau subjek dan sebutan atau predikat.
Pendapat dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
·         Pendapat afirmatif atau positif, yaitu pendapat yang menyatakan secara tegas keadaan sesuatu. Misalnya : si Totok itu pandai, si Ani rajin, Taruna adalah orang yang terkaya di kampung itu, dan sebagainya.
·         Pendapat negative, yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara tegas menyatakan tentang tidak adanya sesuatu pada suatu hal.  Misalnya : si Totok tidak bodoh, si Ani tidak malas, Taruna tidak miskin, dan sebagainya.
·         Pendapat modalitas atau kebarangkalian, yaitu pendapat yang menerangkan kemungkinan-kemungkinan sesuatu pada suatu hal. Misalnya : hari ini mungkin hujan, si Ali mungkin tidak datang, dan sebagainya.

c.       Penarikan kesimpulan  atau pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu:
1)      Keputusan induktif, yaitu keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju   ke suatu pendapat umum. Misalnya :
·         Tembaga dipanaskan memuai,
·         Perak dipanaskan memuai,
·         Besi dipanaskan memuai,
·         Kuningan dipanaskan memuai,
·         Jadi (kesimpulan) : semua logam kalau dipanaskan memuai (umum).
2)      Keputusan deduktif, yaitu Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus. Misalnya :
·         Semua logam kalau dipanaskan memuai (umum), tembaga adalah logam.
·         Jadi (kesimpulan) : tembaga kalau dipanaskan memuai.
3)      Keputusan analogis, yaitu keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada. Misalnya :
·         Ali anak pandai, naik kelas (khusus)
·         Budi anak pandai, naik kelas (khusus)
·         Jadi (kesimpulan) si Nunung yang pandai itu, tentu naik kelas.

5.   Psikologi pikir.
Psikologi pikir biasanya dianggap dimulai oleh O.Kulpe dengan mahzabnya, yaitu mahzab Wurzburg, yang kemudian dilanjutkan oleh mahzab Koln dan mahzab Mannhein.
a.       Intisari Pendapat Mazhab Wurzburg
Berdasarkan penelitian rekan-rekannya serta penelitiannya sendiri, pada tahun 1912 Kulpe berpidato tentang masalah berpikir: “ubber die modern Psychologie des Denkes”. Adapun pokok-pokok pikiran yang dikemukakannya dalam pidato itu ialah:
·         Ada isi kesadaran yang tak terperaga.
Psikologi lama (sensualitas, asosiasi, teori Herbart) hanya menerima apa yang berperaga saja, yaitu penginderaan dan tanggapan. Berpikir menurut psikologi lama itu hanyalah berjalannya tanggapan-tanggapan dibawah pengaruh hukum-hukum asosiasi dan reproduksi. Menurut psikologi baru terdapat unsur dalam berpikir yang tak terperaga.
Hal yang hakikat justru tak berperaga itu dalam proses berpikir tanggapan hanya memegang peranan yang kurang penting. Jadi, berpikir adalah aktivitas jiwa yang abstrak dan tak dapat dijabarkan dari permainan tanggapan-tanggapan.
·         Dalam proses berpikir aktvitas “Aku” memegang peranan pentng.
·         Proses berpikir dikuasai oleh tendens determinasi yang ditimbulkan oleh hal yang dipikirkan.

b.      Intisari Pendapat Mahzab Koln
Koln menyusun konsepsi yang terkenal dengan nama teori lapisan-lapisan kesadaran.
1)      Isi teori tersebut : Ada tiga lapisan kesadaran, yaitu;
v  Tanggapan individual: tanggapan ini terjadi langsung dari dari pengamatan pancaindera; penyadaran berperaga;
v  Tanggapan bagan (schematis): penyadaran yang kurang berperaga dan punya sifat-sifat umum;
v  Pengertian abstrak: unsure-unsur berperaga sama sekali tak ada, yang ada hanyalah mengerti yang yak terperaga; disini pikir bekerja dengan kategori-kategori pengatur, seperti: sebab-akibat, lantaran-tujuan, persesuaian, dsb.
2)      Peranan lapisan-lapisan kesadaran yaitu didalam orang berpikir, ketiga lapisan atau tingkatan kesadaran itu berganti-ganti memainkan peranannya dalam kesadaran. Berpikir abstrak terjadi pada tingkat yang tertinggi, dan tanggapan berperaga dapat menghambatnya.
3)      Nilai teori tersebut bagi praktik pendidikan. Tujuan terakhir daripada penelitian-penelitian tentang berpikir itu ialah menemukan cara berpikir yang dapat memberikan hasil yang sebaik-baiknya.

c.       Intisari Pendapat Mahzab Mannheim
Atas dasar hasil-hasil penelitian mazhab Mannhein, Sels merumuskan pendapat tentang proses berpikir itu yang pokoknya demikian:
·         Berpikir itu berarah tujuan.
Berpikir adalah aktivitas yang abstrak, dengan arah yang ditentukan oleh soal yang harus dipecahkan.
·         Proses berpikir adalah proses perlengkapan kompleks.
·         Bagan antisipasi
Bagan antisipasi yaitu metode  penyelesain yang berwujud bagan yang timbul atau ditimbulkanoleh tugas pikir.
·         Berpikir adalah mempergunakan metode penyelesaian soal yang umumnya berlangsung tanpa mengetahui metode penyelesaian itu.

6.   Beberapa catatan praktis
a.       Jauh daripada sikap ingin mengagung-agungkan akal/pikr (intelektualisme) kiranya dapat diterima bahwa pikiran mempunyai kedudukan yang boleh dikata menentukan. Karena itulah kewajiban kita para pendidik disamping mengembangkan aspek-aspek lain daripada anak-anak didik kita untuk memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi perkembangan pikir itu.
b.      Bahasa dan pikir adalah demikian erat hubungannya, karena itu perkembangan bahasa yang baik adalah keharusan (syarat) yang harus dipenuhi untuk perkembangan pikiran yang baik.
c.       Dimilikinya pengertian-pengertian kunci oleh para anak didik kita akan meningkatkan kecakapan berpikir mereka. Karena itu dalam memberikan bimbingan kepada mereka yang terpenting bukan memberikan pengertian sebanyak-banyaknya, melainkan memberikan sejumlah terbatas pengertian kunci yang fungsional.
d.      Pengetahuan siap merupakan bekal yang sangat berguna supaya orang dapat berpikir dengan tepat dan cepat.
e.       Tanggapan bukanlah satu-satunya hal yang ada dan perlu dalam orang berpikir. Tanggapan hanya mempunyai peranan yang terbatas, yaitu :
1.      Sebagai bahan ilustrasi, untuk memudahkan pemecahan problem, dan
2.      Sebagai bahan verifikasi, untuk menguji kebenaran suatu pemecahan.
Tanggapan yang terlalu konkret dan jelas mungkin bersifat mengganggu terhadap pemecahan secara abstrak.
f.        Penggunaan diagram, peta bagan, ikhtisar, sering sangat membantu dalam berpikir. Karena itu latihan untuk dapat mempergunakan dan membuat alat-alat bantu tersebut seyogianya dikembangkan pada anak didik.

C.  PERASAAN
1.   Pengertian
Perasaan biasanya didefinisikan sebagai gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal, dan di alami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf.
Berlainan dengan berfikir, maka perasaan itu bersifat subjektif, banyak dipengaruhi oleh keadaan diri seseorang. Apa yang enak, indah, menyenangkan bagi orang lain.
Perasaan umumnya bersangkutan dengan fungsi mengenal; artinya perasaan dapat timbul karena mengamati, menanggap, mengkhayal, mengingat-ingat, atau memikirkan sesuatu. Kendatipun demikian perasaan bukanlah hanya sekedar gejala tambahan dari fungsi pengenalan saja, melainkan adalah fungsi tersendiri.
Juga perasaan seringkali bersangkut paut dengan gejala jasmaniah tetapi juga tetap fungsi tersendiri (Woodworth & Marquis, 1955: 365-366)
2.   Macam-macam Perasaan
Bigot dengan kawan-kawannya (1950: 534) telah memberikan ikhtisar mengenai macam-macam perasaan itu yang kiranya sangat berguna sebagai rangka pembicaraan. Adapun ikhtisar tersebut adalah sebagai berikut:

a.       Perasaan-perasaan Jasmaniah (rendah)
(1)   Perasaan-perasaan indriah, yaitu perasaan-perasaan yang berhubungan dengan perangsangan terhadap pancaindra seperti: sedap, manis, asin, pahit, panas, dan sebagainya.
(2)   Perasaan vital, yaitu perasaan-perasaan yang berhubungan dengan keadaan jasmani pada umumnya. Seperti perasaan segar, letih, sehat, lemah, tak berdaya dan sebagainya.
b.      Perasaan-perasaan Rohaniah (luhur)
(1)   Perasaan intelektual, yaitu perasaan yang bersangkutan dengan kesanggupan intelek (pikiran) dalam menyelesaikan problem-problem yang dihadapi. Misalnya rasa senang yang dialami oleh seseorang yang dapat menyelesaikan soal ujian (perasaan intelektual positif), atau perasaan kecewa yang dialami oleh seseorang yang sama sekali tak dapat mengerjakan soal ujian (perasaan intelektual negatif).
(2)   Perasaan kesusilaan (etis), yaitu perasaan tentang baik-buruk. Setiap orang tentu mempunyai ukuran baik-buruk yang bersifat individual, sering disebut norma individual. Di samping itu, dalam masyarakat tertentu terdapat norma yang berlaku bagi masyarakat, sering disebut norma sosial. Perasaan kesusilaan berhubungan dengan pelaksanaan norma-norma tersebut. Misalnya rasa puas setelah melakukan kebaikan (perasaan kesusilaan positif), atau rasa menyesal karena melakukan keburukan (perasaan kesusilaan negatif).
(3)   Perasaan keindahan, yaitu perasaan yang menyertai atau yang timbul karena seseorang menghayati sesuatu yang indah atau tidak indah.
(4)   Perasaan sosial, yaitu perasaan yang mengikatkan individu dengan sesama manusia, perasaan untuk hidup bermasyarakat dengan sesama manusia; untuk bergaul, saling tolong-menolong, member dan menerima simpati dan antipasti, rasa setia kawan, dan sebagainya.
(5)   Perasaan harga diri, dibedakan menjadi dua macam, yaitu perasaan harga diri yang positif dan perasaan harga diri yang negative. Perasaan harga diri yang positif adalah misalnya perasaan puas, senang, gembira, bangga yang dialami oleh seseorang yang mendapatkan penghargaan dari pihak lain (misalnya mendapat pujian, hadiah, tanda jasa, dsb.). perasaan harga diri negatif ialah misalnya perasaan kecewa, tak senang, tak berdaya, kalau seseorang mendapat celaan, dimarahi, mendapat hukuman, dsb.
(6)   Perasaan keagamaan, yaitu perasaan yang bersangkut paut dengan kepercayaan seseorang tentang adanya Yang Maha Kuasa, seperti: rasa kagum akan kebesaran Tuhan,rasa syukur setelah lepas dari marabahaya secara ajaib, dsb.
3.   Beberapa Catatan Praktis
a.       Perasaan melatarbelakangi dan mendasari aktivitas-aktivitas manusia. Karena itu dalam memberikan pendidikan seharusnya diusahakan adanya perasaan yang dapat membantu pelaksanaan usaha yang sedang dilakukan itu. Umumnya diketahui, bahwa kegembiraan bersifat menggiatkan, kekecewaan melembekkan, melemahkan. Karena itu alangkah baiknya kalau pendidikan dan pengajaran yang kita berikan dapat diterima oleh anak didik kita dalam suasana gembira.
b.      Perasaan-perasaan rohaniah harus dikembangkan sebaik-baiknya. Dan ini dapat dilakukan dalam hamper semua situasi pendidikan.
c.       Perasaan-perasaan tertentu sangat jelas perkembangannya pada masa remaja, seperti perasaan kebangsaan, perasaan sosial, atau perasaan keagamaan. Para pendidik harus mempergunakan masa peka ini secara sebaik-baiknya.
d.      Secara ideal, perasaan-perasaan itu harus dikembangkan secara seimbang dan selaras.

H.  MOTIF-MOTIF
1.   Pengertian
Motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentuguna mencapai sesuatu tujuan.
Jadi, motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat kita saksikan. Tiap aktifitas yang dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri orang itu; kekuatan pendorong inilah yang kita sebut motif.
2.   Macam-macam Motif
Pendapat mengenai klasifikasi motif itu ada bermacam-macam. Beberapa yang terkenal adalah seperti dikemukakan di bawah ini.
a.       Menurut Woodworth dan Marquis (1955: 301-333) motif itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
(1)   Kebutuhan-kebutuhan organik, yang meliputi:
·         Kebutuhan untuk minum,
·         Kebutuhan untuk makan,
·         Kebutuhan untuk bernafas,
·         Kebutuhan seksual,
·         Kebutuhan untuk berbuat, dan
·         Kebutuhan untuk beristirahat.
(2)   Motif-motif darurat, yang mencakup:
·         Dorongan untuk menyelamatkan diri,
·         Dorongan untuk membalas,
·         Dorongan untuk berusaha, dan
·         Dorongan untuk memburu.
Dorongan ini muncul karena perangsang dari luar. Pada dasarnya, dorongan-dorongan ini telah ada sejak lahir, tetapi bentuk-bentuknya tertentu yang sesuai dengan perangsang tertentu berkembang karena dipelajari.
(3)   Motif-motif objektif, yang mencakup:
Kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, kebutuhan untuk melakukan manipulasi, kebutuhan untuk menaruh minat. Motif-motif ini timbul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara efektif.

b.      Penggolongan lain didasarkan atas terbentuknya motif-motif itu. Berdasarkan atas hal ini dapat dibedakan adanya dua macam motif, yaitu:
(1)   Motif-motif bawaan, yaitu motif-motif yang dibawa sejak lahir, jadi ada tanpa dipelajari, seperti: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bergerak dan beristirahat, dorongan seksual. Motif-motif ini seringkali disebut juga motif-motif yang disyaratkan secara biologis, artinya ada dalam warisan biologis manusia.
(2)   Motif-motif yang dipelajari, yaitu motif-motif yang timbulnya karena dipelajari, seperti: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengejar sesuatu kedudukan dalam masyarakat, dsb. Motif-motif ini sering disebut sebagai motif yang disyaratkan secara sosial, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesame manusia maka motif-motif golongan ini terbentuk.

c.       Berdasarkan atas jalarannya, maka orang membedakan adanya dua macam motif, yaitu:
(1)   Motif-motif ekstrinsik, yaitu motif yang berfungsi karena adanya perangsang dari luar, misalnya orang belajar giat karena diberi tahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian, dsb.
(2)   Motif-motif intrinsic, yaitu motif yang fungsinya tidak usah dirangsang dari luar. Memang dalam diri individu sendiri telah ada dorongan itu. Misalnya orang yang gemar membaca tidak usah ada orang yang mendorongnya telah mencari sendiri buku-buku untuk dibaca, dsb.

d.      Atas dasar isinya, motif digolongkan menjadi dua macam:
(1)   Motif jasmaniah, seperti: reflex, instink, otomatisme, nafsu, hasrat, dsb.
(2)   Motif rohaniah, yaitu kemauan. Kemauan terbentuk melalui empat momen:
(a)   Momen timbulnya alasan-alasan
Misalnya seseorang sedang giat belajar di kamar karena (alasannya) sebentar lagi akan menempuh ujian. Tiba-tiba dipanggil oleh ibunya dan disuruh mengantar tamu melihat pertunjukan wayang orang. Disini timbul alasan baru: mungkin keinginan untuk menghormati tamu, untuk tidak mengecewakan ibunya, untuk menyaksikan pertunjukan wayang tersebut.
(b)   Momen pilih
Momen pilih yaitu keadaan dimana ada alternatif-alternatif, yang mengakibatkan persaingan antara alasan-alasan itu. Disini orang menimbang-nimbang dari berbagai segi untuk menentukan pilihan, alternatif mana yang dipilih.
(c)   Momen putusan
Momen perjuangan alas an-alasan berakhir dfengan dipilihnya salah satu alternatif, dan ini menjadi putusan, ketetapan yang menentukan aktifitas yang akan dilakukan.
(d)   Momen terbentuknya kemauan:
Dengan diambilnya suatu keputusan, maka timbullah di dalam batin manusia dorongan untuk bertindak, melakukan putusan tersebut.



3.   Beberapa Catatan Praktis
a.       Aktifitas yang didorong oleh motif intrinsik ternyata lebih sukses daripada yang didorong oleh motif ekstrinsik, karena itu alangkah baiknya kalau dapat ditimbulkan seluas mungkin motif intrinsic pada anak didik kita.
b.      Sedapat mungkin harus kita hindari sugesti-sugesti yang negative dan kita gunakan sugesti-sugesti yang positif.
c.       Persaingan yang sehat, baik antarindividu maupun antarkelompok, dapat meningkatkan motif untuk belajar.
d.      Juga self-competition (dengan menggunakan grafik prestasi misalnya) sangat berguna.
e.       Pada hal-hal yang tujuannya jauh, sebaiknya kita buatkan tujuan-tujuan sementaranya, sehingga bagi anak-anak menjadi jelas apa yang harus dikejarnya.
f.        Diskusi yang terbimbing mengenai inspirasi yang dikehendaki juga sangat baik untuk memperkembangkan motif itu.

















BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, maka kesimpulan makalah ini adalah:
1.      Ingatan adalah kecakapan untuk menerima,menyimpan,dan memproduksikan kesan-kesan.
2.      Berfikir adalah daya yang paling utama dn merupakan ciri yang khas yang membedakan manusia dari hewan. Manusia dapat berfikir karena manusia mempunyai bahasa, hewan tidak.
3.      Perasaan biasakanya di defenisikan sebagi gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal, dan dialami dalam kualitas senang tau tidak senang dalam berbagai taraf.
4.      Motif adalah kedaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. 
5.      Macam-macam berfikir yaitu berfikir induktif, berfikir deduktif, berfikir analogis.
6.      Macam-macam perasaan yaitu perasaan rendah (biologis), perasaan luhur (rohani)
7.      Macam-macam motif menurut Woodwoord dan markuis ada tiga yaitu motif kebutuhan-kebutuhan organik, motif-motif darurat, motif objektif.
8.      Penggolongan ingatan yaitu daya inagtan mekanis artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan pengindraan,dan daya ingatan logis artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan yang mengandung pengertian.
9.      Penggolongan perasaan yaitu golonagan eukoiloi ialah golongan orang yang selalu merasa tenang gembira dan optimis, dan golongan diskologi ialah golongan orang yang selalu merasa tidak tenang , mutung, dan pesimis.
10.  Penggolonagan motif yaitu motif-motif bawaan,dan motif-motif dibawa sejak lahir.







DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumardi. 2006. Pikologi pendidikan. Jakarta: PT. Raja Gragindo Persada.
Sujanto, Agus. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ngalin, Purwanto. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sumaradi, Suryabrata. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rochman, Natawidjaja. 1985. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Prindo Jaya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN INDIVIDU

MAKALAH LINGKUNGAN BELAJAR

Paper Pemograman Berbasis WEB