Proposal ETNOMATEMATIKA PADA AKTIVITAS PETANI ACEH
DAFTAR ISI
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3 Subjek dan Objek Penelitian
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan budaya adalah
sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya
merupakan kesatuan utuh dan menyeluruh yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan
pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap inidividu dalam masyarakat.
Pendidikan dan budaya memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan dan
mengembangakan nilai luhur bangsa kita, yang berdampak pada pembentukan
karakter yang didasarkan pada nilai budaya yang luhur. Wahyuni (2018)
menjelaskan bahwa suatu keadaan yang sehat dari sistem pendidikan jika dia
bersifat komprehensif, akuntabel, sustainable, pertimbangan budaya di mana
matematika muncul dengan memahami penalaran dan sistem matematika yang mereka
konsisten, kreatif, fleksibel, membudaya berakar dari kultur bangsa dan daerah
serta mampu berinteraksi pada tataran internasional. Sehingga guru harus mampu
melaksanakan prinsip keselarasan budaya, serta harus memiliki pengetahuan dan
menghormati berbagai tradisi budaya dan bahasa siswanya.
Menurut Maran (2007),
kebudayaan merupakan suatu fenomena universal. Setiap masyarakat di dunia
memiliki kebudayaan meskipun bentuk dan coraknya berbeda-beda dari masyarakat yang
satu dengan masyarakat lainnya. Kebudayaan secara jelas menampakkan kesamaan kodrat
manusia dari berbagai suku, bangsa, dan ras. Misalnya di Indonesia, negara yang
terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan subetnis dengan kebudayaannya sendiri-sendiri.
Karena setiap suku bangsa dan subetnis tersebut mendiami daerah-daerah
tertentu, sehingga kebudayaanya sering
disebut kebudayaan daerah. Pada kehidupan sehari-hari, kebudayaan
daerah merupakan suatu sistem nilai yang menuntun sikap, perilaku dan gaya
hidup yang menjadi identitas dari suku bangsa itu sendiri.
Matematika memiliki peran
dalam berbagai budaya, tepatnya pada kebiasaan suatu suku atau masyarakatnya
dalam hal adat istiadatnya. Matematika dalam dunia pendidikan merupakan salah
satu mata pelajaran yang sangat penting di sekolah. Matematika juga merupakan
ilmu pengetahuan yang selalu menjadi momok bagi sebagian besar siswa. Mereka selalu
menganggap bahwa matematika sulit, kurang menarik, membosankan, dan tidak ada
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Pandangan tersebut secara tidak
langsung menyatakan bahwa matematika tidak ada kaitannya dengan budaya. Padahal
sebelum matematika diajarkan dalam dunia pendidikan formal, kita sudah mengenal
bagaimana konsep matematika itu dalam kehidupan sehari-hari baik secara
langsung maupun tidak (Ikrimah, Rahmi & Darmawan, 2017).
Masyarakat sering kurang
menyadari bahwa dalam sebagian aktivitas yang mereka lakukan tersebut terdapat
aktivitas-aktivitas matematika. Bahkan secara tidak sengaja pada saat
masyarakat sedang mencoba untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis dalam
kehidupan sehari-hari, aktivitas matematika tersebut juga ikut serta di dalamnya.
Berbagai pengetahuan tersebut diperoleh dengan caranya masing-masing. Misalnya,
konsep tentang banyak sedikit, luas dan sempit, bentuk-bentuk bangun datar, dan
sebagainya. Akan tetapi sebagian besar dari masyarakat kurang mengetahui bahwa
mereka telah mengenal konsep-konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, mereka terkadang juga masih bingung dalam menggunakan konsep
matematika yang dipelajari di bangku sekolah untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Fakta yang ada dalam masyarakat
tersebut sangat bertentangan dengan fungsi matematika yang sesungguhnya.
Menurut Ekawati (2011), fungsi matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan
berhitung, mengukur, menurunkan rumus, dan menggunakan rumus matematika dalam
kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan
statistika, kalkulus, dan trigonometri. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari.
Keterkaitan antara keduanya
tersebut dikenal sebagai etnomatematika. Suatu pengetahuan yang sebenarnya
sudah dikenal melalui adat yang berkembang dalam suatu masyarakat. Namun baru
disadari setelah sebagian ilmuwan memperkenalkan nama etnomatematika menjadi
bagian dari ilmu matematika. Pelopor etnomatematika pertama ialah Ubiratan
D’Ambrosio pada tahun 1984.
Etnomatematika merupakan
matematika yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari pada suatu kelompok budaya tertentu. Beragam budaya yang terdapat
di Indonesia, khususnya budaya pada masyarakat Aceh yang terkadang dapat
mengantarkan siswa untuk memahami suatu konsep matematika tertentu. Sebagaimana
pemaparan Karnilah (2013), etnomatematika dipandang sebagai suatu ranah kajian
yang meneliti cara sekelompok orang pada budaya tertentu dalam memahami, mengekspresikan,
dan menggunakan konsep-konsep serta praktik-praktik kebudayaannya yang
digambarkan oleh peneliti secara matematis.
Aktivitas masyarakat
tersebut seperti aktivitas menghitung, mengukur, dan merancang sebuah bangunan,
bahkan dalam permainan anak-anak terdapat kegiatan matematika di dalamnya.
Misalnya Jika melihat kerajinan batik-batik Indonesia, tanpa mengetahui konsep
geometri bangun datar para pengrajin batik dapat menghasilkan batik dengan
motif yang menyerupai bangun datar. Beberapa aktivitas yang sederhana yang
biasa ibu-ibu lakukan yaitu proses jual beli sayur-mayur. Dalam aktivitas jual
beli mereka secara sadar dan tidak sadar menggunakan ilmu matematika yaitu
aritmatika sosial. Terdapat pula aktivitas sederhana yaitu permainan anak petak
umpet. Sebelum bermain mereka melakukan kegiatan papaipong (dalam Bahasa Aceh).
Secara tidak sadar mereka menggunakan ilmu matematika yaitu peluang. Dan juga
pada aktivitas petani saat menghitung luas sawah, dalam perhitungan tersebut
mereka menggunakan jumlah tanaman yang ditanam sebagai alat untuk mengukur luas
tanah tersebut. Masih banyak lagi aktivitas sederhana dalam masyarakat Aceh
yang menggunakan ilmu matematika.
Kegiatan kompleks terkait
dengan etnomatematika yaitu kegiatan yang membutuhkan berbagai macam ilmu
matematika. Salah satu kegiatan kompleks etnomatematika dalam masyarakat Aceh
yaitu dalam kegiatan pertanian. Petani merupakan pekerjaan mayoritas masyarakat
aceh, sehingga Bertani merupakan kegiatan yang sering dijumpai. Kegiatan
pertanian tidak terlepas dari ilmu matematika, misalnya untuk membuat bidang
bibit, para petani membutuhkan kegiatan mengukur panjang dan lebar suatu bidang
tanah yang mau ditanami, agar mereka mengetahui berapa besar petak bibit yang
harus dibuat tanpa ada sisa maupun kekurangan. Selain itu, petani masih banyak
membutuhkan perhitungan dan perbandingan terkait dalam pemberian pupuk pada
tanamannya.
Petani masyarakat Aceh
didominasi oleh masyarakat yang berpendidikan rendah, pengetahuan tentang
matematika sangatlah minim. Mereka belajar bertani dari meniru orang-orang
terdahulu, namun mereka dapat menghasilkan hasil tani yang bagus. Hal ini tak
lepas dari peran penting matematika. Mereka secara sadar dan tidak sadar telah
menggunakan banyak ilmu matematika.
Aktivitas etnomatematika
masyarakat Aceh dalam kegiatan petani masih perlu diungkap, karena dalam bertani
memerlukan banyak penerapan matematika meliputi mengukur, menghitung, dan
melakukan perbandingan. Akan dilakukan penelitian mengenai etnomatematika pada
aktivitas petani masyarakat Aceh. Pengungkapan aktivitas etnomatematika
masyarakat Aceh digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara ilmu matematika
dengan matematika yang digunakan para petani masyarakat Aceh sehingga dalam
pembelajaran matematika seorang pendidik dapat menggunakannya agar proses
belajar matematika lebih realistis. Etnomatematika sangat penting dalam
kegiatan pembelajaran matematika agar siswa mengetahui kaitan antara matematika
dengan kegiatan sehari-hari dan siswa juga dapat mengetahui kegiatan budaya yang
ada di masyarakat sekitar. Selain itu, etnomatematika dapat merubah opini masyarakat
yang menganggap matematika tidak berguna dalam kegiatan seharihari. Oleh karena
itu diajukan penelitian berjudul “Etnomatematika pada Aktivitas Petani Masyarakat
Aceh”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1
Bagaimanakah aktivitas
etnomatematika pada petani masyarakat Aceh?
1.2.2
Bagaimanakah etnomatematika
terhadap pembelajaran matematika pada petani?
1.3
Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah
di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.3.1
Mendeskripsikan aktivitas
etnomatematika pada petani masyarakat Aceh
1.3.2
Mendeskripsikan etnomatematika
terhadap pembelajaran matematika pada petani.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi manfaat untuk berbagai komponen, yaitu:
1.4.1
bagi guru, diharapkan guru yang
terdapat pada masyarakat Aceh dapat melaksanakan pembelajaran matematika yang
kontekstual berkaitan dengan aktivitas petani masyarakat Aceh;
1.4.2
bagi siswa, mengetahui
keterkaitan antara kebudayaan masyarakat Aceh dengan matematika melalui
pembelajaran matematika yang realistik;
1.4.3
bagi peneliti, mengetahui cara
membilang, mengukur, menghitung perbandingan petani masyarakat Aceh. Selain itu
dapat menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara matematika dengan aktivitas
sehari-hari yang ada di masyarakat Aceh;
1.4.4
bagi peneliti etnomatematika
yang lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi
peneliti lain yang ingin mengungkapkan aktivitas etnomatematika
kebudayaan-kebudayaan yang ada di Aceh maupun daerah lain sehingga aktivitas
matematika dapat terungkap secara luas;
1.4.5
bagi masyarakat Aceh,
mengetahui cara membilang, mengukur, dan menghitung perbandingan yang digunakan
oleh petani dalam bercocok tanam;
1.4.6
bagi pembaca, mengubah opini
masyarakat bahwa tidak ada keterkaitan matematika dengan kegiatan sehari-hari.
1.5
Definisi Istilah
Untuk menghindari konsep
penafsiran yang berbeda dalam mengartikan istilah maka perlu ditegaskan
beberapan istilah, yaitu:
1.5.1
Etnomatematika
Etnomatematika merupakan aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat pada suatu kelompok budaya tertentu mengenai
aktivitas menghitung, mengukur, menimbang, pengkodean, mengelompokkan, dan
modeling
1.5.2
Aktivitas Petani
Aktivitas petani adalah segala
aktivitas yang dilakukan petani meliputi : Pengolahan lahan, seleksi benih,
persemaian, penanaman, penyiangan lahan, dan pemupukan.
1.5.3
Masyarakat Aceh
Masyarakat Aceh
adalah orang-orang tinggal dan menetap di Aceh. Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia yang ibu kotanya berada di Banda Aceh.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1
Etnomatematika
Matematika dan budaya merupakan dua hal yang saling berkaitan satu
sama lain. Pada perkembangannya, matematika dipengaruhi oleh budaya yang ada
dalam masyarakat. Secara tidak langsung masyarakat telah menggunakan
pengetahuan matematika dalam kehidupan sehari-hari mereka. Keterkaitan antara
keduanya ini diistilahkan sebagai etnomatematika.
Powell
dan Frankenstein (1997) mengungkapkan bahwa, “Ethnomathematics emerged as a
new conceptual category from the discourse on the interplay among mathematics,
education, culture, and politics”. Kutipan ini mengandung makna bahwa
etnomatematika muncul sebagai wacana baru pada interaksi antara matematika,
pendidikan, budaya, dan politik. Pendapat lain yang mendukung pernyataan
tersebut diungkapkan oleh D’Ambrosio (2001), “The term ethnomathematics is
used to express the relationship between culture and mathematics”. Istilah
etnomatematika digunakan untuk mengungkapkan hubungan antara budaya dan
matematika.
Kemudian
D’Ambrosio (2001) melanjutkan pernyataannya dengan mengungkapkan bahwa Istilah
etnomatematika memerlukan penafsiran yang dinamis karena istilah tersebut
mendeskripsikan konsep yang tidak banyak maupun tunggal, yaitu etno dan
matematika itu sendiri. Istilah etno mendeskripsikan bahwa semua hal yang
menyangkut identitas budaya sebuah kelompok yaitu bahasa, kode, nilai,
keyakinan, makanan dan pakaian, kebiasaan, dan ciri fisik. Matematika
mengungkapkan sebuah pandangan matematika yang luas meliputi menghitung,
mengklasifikasikan, menyimpulkan, dan pemodelan. Rosa dan Orey (2011) juga
mengungkapkan bahwa etnomatematika merupakan aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat pada suatu kelompok budaya tertentu mengenai aktivitas menghitung,
mengukur, menimbang, pengkodean, mengelompokkan, dan modeling.
Menurut
Mesquita, dkk (2011), Etnomatematika merupakan aktivitas sosial. Etnomatematika
adalah sebuah jawaban, dalam praktik mengaplikasikan ide matematika yang
dianggap sebagai sesuatu yang murni. Kegiatan ini dirancang untuk mengungkapkan
inti dari kegiatan sosial dan budaya yang menjelaskan praktek-praktek matematika.
D’Ambrosio
(2001) menjelaskan bahwa kegiatan etnomatematika ini dipraktekkan oleh berbagai
kelompok budaya, seperti perkotaan dan pedesaan, komunitas perikanan, kelompok
pekerja, kelompok anak-anak di usia tertentu, masyarakat adat, dan kelompok lain.
Dari
beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa etnomatematika merupakan
aktivitas suatu masyarakat pada kelompok budaya tertentu yang berhubungan
dengan matematika, misalnya menghitung, mengukur, mengelompokkan, modeling, dan
sebagainya.
Etnomatematika
juga dapat berperan dalam proses pembelajaran apabila didefinisikan sebagai
aktivitas masyarakat dari kelompok budaya tertentu yang mempraktekkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Menurut D’Ambrosio tersebut,
etnomatematika telah dikaitkan dengan praktek-praktek matematika suku-suku
tertentu atau pribumi, masyarakat primitif, serta orang-orang dari suatu
bangsa. Aktivitas etnomatematika, dalam prakteknya mengusulkan model alternatif
dari hubungan manusia dan hubungan antara kelompok-kelompok budaya yang
berbeda. Pada penelitian ini aktivitas etnomatematika yang akan diteliti ialah
aktivitas membilang, menghitung, dan mengukur.
2.2
Aktivitas Petani
Pertanian menjadi budaya sekaligus mata pencaharian sebagian
masyarakat Indonesia. Aceh sebagai salah satu provinsi di Indonesia, masih
menjadi daerah pertanian yang cukup diandalkan. Salah satu produk hasil
pertanian dari Aceh adalah padi. Secara umum padi ditanam disuatu lokasi yang
dinamakan sawah.
Sawah adalah bentuk pertanian lahan basah. Hal ini karena sawah
menggunakan banyak air dalam kegiatan pertaniannya, terutama pada awal kegiatan
penanaman (Wibowo, 2016). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sawah dibatasi oleh
pematang (galengan), digunakan untuk menahan/menyalurkan air. Sawah dibedakan
menjadi empat macam, yaitu:
a.
Sawah Irigasi
Sawah
yang sistem pengairannya dilakukan secara teratur dan tidak bergantung pada
curah hujan. Sistem pengairan sawah ini dilakukan menggunakan system irigasi
yang sumber airnya berasal dari waduk atau bendungan.
b.
Sawah Tadah Hujan
Sawah
yang mendapatkan air pada saat musim hujan sehingga sangat tergantung pada
musim, jadi proses pertanian hanya dapat dilakukan ketika musim penghujan saja.
c.
Sawah Lebak
Sawah
yang berada dikanan dan kiri sungai-sungai besar. Jenis sawah ini jarang sekali
karena sangat rentan terhadap banjir. Para petani sudah jarang memanfaatkan
sistem sawah lebak ini sebagai lahan pertanian padi. Kebanyakan sawah lebak
dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan seperti sawit.
d.
Sawah Bencah
Sawah
bencah ini sistem pertanian lahan basah yang dilakukan di daerah rawarawa yang
telah di keringkan atau dimuara sungai besar.
Masyarakat
Indonesia memanfaatkan sawah sebagai lahan untuk menanam padi. Budi daya padi
adalah kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil setinggi-tingginya dengan
kualitas sebaik mungkin (Permadi, 2014). Lebih lanjut disampaikan bahwa untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan, maka tanaman yang akan ditanam
harus sehat dan subur. Sehingga diperlukan beberapa aktivitas berikut:
2.2.1
Pengolahan Lahan
Lahan bercocok tanam diolah untuk meningkatkan kesuburan
tanah sebagai media tumbuh tanaman padi. Tahapan pengolahan lahan, pada lahan
basah atau sawah:
a.
mengaliri lahan dengan air
untuk memudahkan proses pembajakan agar mendapatkan tanah lahan yang gembur dan
lunak. Proses pengolahan ini bias menggunakan mesin yaitu traktor maupun manual
yang dibantu tenaga sapi atau kerbau;
b.
setelah gembur, menggenangi
lahan dengan air hingga ketinggian air mencapai 5-10 cm. Cara mengatur
ketinggian air bisa dengan cara membuka dan menutup akses keluar masuknya
irigasi. Mendiamkan air menggenang selama 2 minggu agar tanah semakin
berlumpur, dan racun tanah ternetralisir oleh air tersebut.
2.2.2
Seleksi Benih
Persiapkan wadah yang telah diisi air untuk menseleksi benih.
Caranya yaitu:
a.
memasukkan benih padi kedalam
air garam, maka akan diperoleh kondisi benih tenggelam, melayang dan mengapung;
b.
mengambil benih yang tenggelam
kemudian dibilas dengan air bersih sesegera mungkin sampai tidak ada rasa garam
lagi bila dicicipi;
c.
merendam selama 48 jam kemudian
tiriskan dan peram selama 24 jam dan setelah itu siap sebar.
2.2.3
Persemaian
Umumnya petani membutuhkan benih sampai kisaran 30-40 kg/ha.
Persemaian dilakukan dengan cara yaitu:
a.
menyebar benih padi secara
merata pada bedengan kandungan air jenuh tetapi tidak menggenang tetap berair
atau becek berlumpur;
b.
dalam 3-4 hari benih telah
berkecambah;
c.
bibit siap tanam pada kisaran
10-14 hari setelah sebar.
2.2.4
Penanaman
Penanaman padi di
sawah pada umumnya ditanam degan jarak teratur. Yang paling popular di Pulau
Jawa adalah berjarak 20 x 20 cm. Tanaman muda ditancapkan kedalam tanah yang
tidak tergenang air, kedalaman penanaman bibit antara 1-15 cm hingga akarnya
terbenam di bawah permukaan tanah.
2.2.5
Penyiangan Lahan
Pembersihan areal
persawahan dari gulma dan rumput liar yang menggangu, merupakan tahap penting
yang harus dilakukan dalam cara menanam padi yang baik dan benar. Penyiangan
dapat dimulai pada saat umur masa tanam sudah menginjak usia 3 minggu, dan
berikutnya rutin dilakukan penyiangan setiap 3 minggu sekali. Penyiangan
dianjurkan dengan cara mencabut gulma atau rumput liar tersebut dengan tangan
maupun menggunakan alat bantu gasrok.
2.2.6
Pemupukan
Menanam padi yang
baik dan benar tidak lepas dari pemberian pupuk agar padi yang ditanam dapat
tumbuh sempurna dan berbuah banyak. Untuk tahap memberikan pupuk dengan cara:
a.
tahapan pemupukan pertama,
dilakukan pada saat tanaman berusia 7-15 hari setelah tanam;
b.
tahap pemupukan kedua,
dilakukan pada saat tanaman berusia 25-30 hari;
c.
tahap terakhir pemupukan, usia
tanaman 40-45 hari.
2.3
Masyarakat Aceh
Masyarakat Aceh adalah orang-orang tinggal
dan menetap di Aceh. Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia yang ibu kotanya berada di Banda Aceh. Aceh merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang diberi status sebagai daerah istimewa dan juga diberi kewenangan
otonomi khusus. Provinsi Aceh terletak
di bagian barat Indonesia tepatnya ujung Pulau Sumatera. Secara geografis Aceh
terletak antara 2 - 6 derjat lintang utara dan 95 – 98 derjat lintang selatan
dengan ketinggian rata-rata 125 meter diatas permukaan laut. Batas-batas
wilayah Aceh, sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah
selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah barat dengan Samudra Hindia.
Luas wilayah Aceh sebesar 57.365,57 Km2 atau 12,26 % Pulau Sumatera. Sedangkan bagian
terluas dari Aceh adalah hutan dan mencapai 39.615,76 km2.
Provinsi Aceh terdiri dari 23 kabupaten/kota dan dihuni oleh
12 suku dan 12 bahasa berbeda, tetapi bahasa Aceh yang digunakan oleh
masyarakat selama ini adalah bahasa Aceh pesisir. Kabupaten tersebut meliputi Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie,
Bireun, Lhokseumawe, Aceh Utara, Langsa, Aceh Timur, Tamieng, Aceh Tenggara,
Gayo Luwes, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya,
Abdya, Aceh Selatan, Aceh Singkil
Subulussalam dan Simeulu. Banyaknya suku di Aceh tentu memiliki berbagai
kebudayaan dan adat istiadatnya. Dalam pelaksanaan adat istiadat di Aceh
mengacu pada Al-quran dan Hadist sehingga kebududayaan berkembang sesuai dengan
konsep islami.
2.4
Penelitian yang Relevan
Penelitian
tentang etnomatematika sudah pernah dilakukan oleh penelitipeneliti sebelumnya.
Pada penelitian mereka dijelaskan bagaimana aktivitas budaya pada masyarakat
tertentu yang berkaitan dengan matematika. Penelitian tersebut adalah sebagai
berikut.
2.4.1
Penelitian Karnilah (2013)
Pada penelitian Karnilah yang berjudul “Pengungkapan Sistem Bilangan
Masyarakat Adat Badui” ini menjelaskan bahwa:
a.
Masyarakat adat Badui
menggunakan bilangan asli dalam kehidupan seharihari mereka.
b.
Pengucapan bilangan-bilangan
tersebut cukup unik, mislnya menyebut angka satu dengan hiji, dua tetap dua,
tiga menjadi tilu, dan seterusnya. Jika diperhatikan dalam pengucapan
bilangan-bilangan pada masyarakat ini, terlihat bahwa telah terjadi proses
enkulturasi pengucapan bilangan.
c.
Pada bidang pertanian juga
menerapkan model matematika, yaituterdapat istilah 1 ranggeong yang setara
dengan 5 liter beras. Model matematika yang digunakan diini ialah dengan
mengkonversi banyaknya ranggeong padi ke dalam satuan-satuan berat seperti
kilogram. Model tersebut adalah: 𝐾 = 3,6 × 𝑟𝑔,
dimana 𝐾
merupakan berat beras yang dihasilkan dalam satu kilogram. Sedangkan 𝑟𝑔 adalah banyaknya ranggeong padi yang merupakan bilangan asli dan 𝑟 dalam satuan ikat ranggeong.
d.
Bidang perdagangan pada
masyarakat tersebut dalam mengungkapan satu buah durian adalah sabiji. Model
matematika dalam bidang ini digunakan untuk menghitung banyak durian yang
dibicarakan (berdasarkan pengucapan yang digunakan oleh masyarakat adat Badui
pada durian) menggunakan penjumlahan dan perkalian terhadap bilangan 4. Model
tersebut adalah 𝐷 = (𝑘 × 4) + 𝑏, dimana
notasi (𝑘 × 4)
digunakan untuk mempresentasikan banyaknya buah durian dalam satuan kojor,
sedangkan 𝑏 untuk
mempresentasikan banyaknya buah durian dalam satuan biji.
2.4.2
Penelitian Fatimah (2012)
Penelitian tentang etnomatematika juga telah dilakukan oleh Fatimah
dengan judul “Studi Kualitatif tentang Aktivitas Etnomatematika dalam Kehidupan
Masyarakat Tolaki”. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa aktivitas
etnomatematika yang dikaji mencakup aktivitas membilang, mengukur, menentukan
lokasi, merancang bangunan, bermain, dan aktivitas menjelaskan.
a.
Aktivitas membilang pada
masyarakat Tolaki ini masih tergolong sederhana, karena alat yang digunakan
meliputi jari tangan, batu kerikil, potongan kayu atau bambu, tali rapia, dan
rotan. Kata-kata membilang yang digunakan dalam upacara adat, tingkatan adat,
kebiasaan sehari-hari yang digunakan tersebut dapat dinyatakan sebagai bilangan
asli, genap, ganjil, bahkan membilang jumlah “bentuk bulan” merupakan konsep
bilangan yang didasarkan pada pengalaman dan kebutuhan hidup masyarakat Tolaki.
Selain itu, aktivitas ini juga dapat dilihat pada upacara pepokolapasia yaitu
banyaknya lafalan do’a tahlil sebanyak 1000 kali, penentuan besar mahar atau
mas kawin.
b.
Aktivitas kedua adalah
aktivitas mengukur. Alat ukur yang digunakan dalam masyarakat ini selain
takaran liter yang ada di pasaran antara lain tangan, gelas, atau o’tonde, tali
rotan, potongan kayu atau bambu, wadah karung beras ukuran 25 kg yang dibagi
dua, kantong plastik dan wadah sabun bekas. Salah satu kegiatan-kegiatan yang
memanfaatkan alat ukur tersebut ialah kegiatan membuat o’tonde, tenunan sarung
yang didominasi motif segitiga sama sisi memerlukan keahlian matematika
tersendiri. Dalam kegiatan ini, menunjukkan adanya aktivitas etnomatematika
selain berhubungan dengan kegiatan pengukuran, operasi penjumlahan dan
perkalian merupakan bagian penting dari aktivitas ini.
c.
Aktivitas ketiga adalah
aktivitas bermain anak-anak. Terdapat beberapa jenis permainan tradisional pada
masyarakat Tolaki yang menggambarkan beberapa bangun geometri. Permainan
tersebut adalah permainan robot, lamari, dan disco. Permainan robot ini
dimainkan oleh 2, 4, dan 6 anak perempuan dan lakilaki secara bergiliran.
Pergiliran pemain dilakukan dengan cara pengundian atau biasa dikenal dengan sut.
Permainan diawali dengan meletakkan batu di kotak pertama dan pemain melompat
dengan sebelah kaki langsung pada kotak kedua. Setelah itu, kedua kaki dapat
dipijakkan pada dua pasang persegi panjang yang berimpit selama tidak terdapat
batu pada salah satu persegi panjang tersebut. Selanjutnya batu berpindah
secara bertahap searah jarum jam pada daerah persegi sampai puncak yang
berbentuk setengah lingkaran. Permainan lamari dan disco memiliki kesamaan
dengan permainan robot. Perbedaannya, jika permainan lamari cara memindahkan
batu dengan menggesernya menggunakan ujung depan kaki sebelah secara
berhati-hati. Sedangkan permainan disco, perpindahan kaki di setiap kotak
dilakukan secara bergantian oleh kedua kaki di setiap kotak dilakukan secara
bergantian oleh kedua kaki pada kotak yang terletak di tengah. Kegiatan
matematika yang terdapat pada permainan tersebut adalah pengenalan bangun
datar, kelipatan dan faktor bilangan berdasarkan aturan jumlah pemain yang
dimulai dari 2, 5, dan 6 anak. Selain ketiga aktivitas tersebut, masih banyak
aktivitas lain yang merupakan aktivitas etnomatematika pada masyarakat Tolaki.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hal
ini dikarenakan penelitian akan ditujukan untuk mengidentifikasi
aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh petani di Aceh yang menggunakan
matematika. Penelitian kualitatif menurut Moleong (2012) adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah.
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan etnografi. Menurut
Moleong (2012), usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan
dinamakan etnografi. Penekanan pada etnografi adalah pada studi keseluruhan
budaya. Tujuan dari pendekatan ini yaitu untuk mendapatkan deskripsi dan
analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan yang
intensif.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat
yang digunakan untuk mengadakan penelitian ini adalah Desa Lingkok, Kecamatan
Mutiara, Kabupaten Pidie, provinsi Aceh. Peneliti mengambil tempat penelitian
di tempat tersebut dengan berbagai alasan sebagai berikut.
a.
Peneliti merupakan penduduk
asli Desa Lingkok sehingga memudahkan peneliti dalam berinteraksi dengan
masyarakat dan dalam proses pengumpulan data;
b.
Sebagian besar masyarakat desa
masih merupakan suku Aceh. Hal ini dikarenakan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti hanya difokuskan pada masyarakat Aceh.
Waktu penelitian akan
dilaksanakan pada bulan januari sampai bulan februari 2020.
3.3
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian atau responden yang akan digunakan adalah
masyarakat di Desa Lingkok yang berprofesi sebagai petani. Subjek penelitian
ditetapkan berdasarkan teknik Snowball Sampling. Teknik penentuan subjek
penelitian yang berawal dari jumlah kecil, kemudian membesar. Hal ini berarti
bahwa penentuan subjek penelitian mula-mula dipilih satu atau dua petani. Jika
peneliti merasa data yang diberikan belum cukup lengkap maka dilakukan pencarian
petani lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data petani
sebelumnya. Hal tersebut terus dilakukan jika data yang dikumpulkan masih
kurang. Dalam penelitian ini subjek penelitian yang diambil sebanyak 7 petani
yang merupakan masyarakat Desa Lingkok. Pemilihan ketujuh subjek tersebut
berdasarkan hasil observasi peneliti setiap harinya di lingkungan Desa Lingkok.
Objek penelitian ini
adalah kegiatan pertanian dikalangan masyarakat Desa Lingkok yang memuat materi
matematika serta materi-materi matematika yang termuat dalam kegiatan tersebut.
3.4
Prosedur Penelitian
Prosedur
penelitian berisi uraian mengenai tahapan-tahapan yang ditempuh dalam
penelitian untuk mendapatkan hasil yang akan dicapai. Untuk mencapai tujuan
penelitian ini, maka langkah-langkah yang akan digunakan adalah sebagai
berikut.
a.
Melakukan Kegiatan
Pendahuluan
Tahap
ini dilakukan dengan cara menentukan subjek penelitian dan mengamati atau
menentukan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Aceh yang berhubungan
dengan bahasan dalam penelitian. Sehingga ditemukan hasilnya yaitu aktivitas
petani pada masyarakat Aceh di Desa Lingkok. Kemudian mengamati aktivitas yang
dilakukan petani di sawah. Hal ini bertujuan untuk menentukan focus penelitian
dan untuk mempermudah pembuatan pedoman observasi serta pedoman wawancara. Pada
penelitian ini, fokus penelitian terletak pada aktivitas petani yang meliputi
aktivitas membilang, menghitung, dan mengukur.
b.
Melakukan Kegiatan Persiapan
Tahap
ini terdiri dari mengidentifikasi masalah dan informasi yang ditemukan pada
tahap pendahuluan, pemilihan masalah, penentuan tujuan penelitian, menyiapkan
instrumen berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara. Pedoman observasi dan
pedoman wawancara dibuat berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada
kegiatan pendahuluan, yaitu aktivitas petani yang meliputi aktivitas membilang,
menghitung, dan mengukur.
c.
Mengumpulkan Data
Tahap
mengumpulkan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan
catatan lapangan yang diperoleh dari berbagai sumber. Pengumpulan data
dilaksanakan sampai peneliti mendapatkan hasil yang diinginkan dan mencapai
tujuan dari penelitian ini.
d.
Menganalisis Data
Tahap
analisis data merupakan tahapan penelitian yang dilakukan dengan cara
mengelompokkan data hasil penelitian. Setelah data diperoleh dan dikelompokkan,
maka kegiatan selanjutnya adalah menganalisis data, membahas, dan
mendeskripsikan hasil dari penelitian. Selanjutnya dilakukan triangulasi
sumber. Triangulasi digunakan untuk
memverifikasi data yang diambil dari sumber berupa hasil pengumpulan data
secara langsung dari subjek penelitian, baik dari hasil observasi maupun
wawancara. Tahap ini merupakan tujuan utama dari penelitian yaitu untuk
mendiskripsikan aktivitas membilang, menghitung, dan mengukur yang dilakukan
oleh petani pada masyarakat Aceh di Desa Lingkok.
e.
Menarik Kesimpulan
Pada
tahap ini, peneliti membuat kesimpulan dari analisis data yang didapat dan
mengacu pada rumusan masalah.
3.5
Instrumen Penelitian
Menurut
Arikunto (2000), instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah peneliti, pedoman observasi,
dan pedoman wawancara. Peneliti merupakan alat (instrumen) pengumpul data
utama. Karena peneliti merupakan instrumen utama pada penelitian, maka peneliti
harus dapat menentukan subjek yang tepat untuk dijadikan narasumber. Selain itu
peneliti juga mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara, mampu memahami
fakta yang terdapat di lapangan, serta menganalisis data yang diperoleh. Pedoman
observasi pada penelitian ini berisi kisi-kisi aktivitas apa saja yang harus diamati.
Sedangkan pedoman wawancara berisi kisi-kisi pertanyaan yang akan digunakan
untuk wawancara dengan petani pada masyarakat Aceh di Desa Lingkok.
3.6
Metode Pengumpulan Data
3.6.1
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan
peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2000). Tujuannya adalah untuk
memperoleh bahan-bahan yang relevan dan akurat yang dapat digunakan dengan
tepat. Metode-metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini adalah observasi dan wawancara.
a.
Observasi
Observasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh data dari suatu sumber penelitian. Observasi yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah observasi langsung yaitu dengan melakukan pengamatan
langsung pada segala sesuatu yang terjadi dalam aktivitas petani.
Aktivitas yang akan diobservasi tersebut meliputi
membilang, menghitung, mengukur, dan mengelompokan. Observasi dilakukan pada
saat petani sedang berada di sawah. Waktu pelaksanaan observasi pada saat
petani sedang melakukan aktivitasnya, sehingga dapat diketahui juga bagaimana
cara aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan. Observasi ini dilakukan sendiri
dan instrumen yang digunakan pada saat observasi adalah pedoman observasi,
sehingga dimiliki acuan dalam mencari data tersebut
b.
Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan mengumpulkan data yang
dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada narasumber. Tipe wawancara
ada tiga, yaitu wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak terstruktur.
Pada penelitian ini, tipe wawancara yang digunakan adalah tipe wawancara
semistruktur yaitu peneliti membawa pedoman pertanyaan yang hanya berupa garis
besarnya saja dan pengembangannya dilakukan saat wawancara berlangsung.
Wawancara dilaksanakan dua kali, yaitu wawancara pertama yang dilakukan sebelum
observasi dan wawancara yang kedua dilakukan bersamaaan dengan observasi.
Wawancara pertama dilakukan untuk mengetahui aktivitas petani yang memungkinkan
munculnya aktivitas etnomatematika dan untuk menentukan waktu observasi. Wawancara
kedua dilakukan untuk memperoleh data yang memperkuat data observasi. Pada saat
melakukan observasi, juga diajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan
untuk narasumber.
3.6.2
Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik triangulasi. Cara memeriksa
keabsahan data dengan teknik ini yaitu dengan memanfaatkan sesuatu yang lain.
Teknik triangulasi terbagi menjadi empat macam, yaitu teknik triangulasi yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori (Moleong, 2012).
Pada penelitian ini teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik triangulasi
dengan sumber.
Menurut
Moleong (2012), triangulasi dengan sumber berarti bahwa dalam memeriksa
keabsahan data ini dilakukan dengan caramembandingkan dan mengecek kembali
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda. Triangulasi sumber ini dilakukan dengan cara membandingkan data yang
diperoleh dari tanaman padi dan tanaman semangka dari setiap subjek penelitian.
Hal ini berarti peneliti mengecek keabsahan data yang diperoleh dari salah satu
subjek penelitian misalnya S1, dengan cara membandingkan data yang diperoleh
pada saat petani bercocok tanam padi dengan aktivitas yang dilakukan pada saat
bercocok tanam semangka.
3.7
Teknik Analisis Data
Analisis
data merupakan cara untuk mengolah data-data yang didapatkan dalam suatu
penelitian, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data
deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah pengolahan data dalam
bentuk kata-kata bukan berupa data statistik. Analisis data kualitatif dalam
penelitian ini adalah analisis data hasil dari observasi dan wawancara yang
dilakukan pada saat pendahuluan sampai akhir kegiatan penelitian. Tahapan-tahapan dalam teknik analisis data
pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.
Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang
merangkum, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan data dengan cara sedemikian
rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan finalnya. Tahap reduksi data dalam
penelitian ini meliputi: merangkum dan memilih hal-hal pokok yang akan
dijadikan sebagai bahan observasi dan wawancara, serta memfokuskan hasil
observasi dan wawancara pada hal yang penting. Kemudian hasil tersebut disusun
menjadi susunan bahasa yang baik dan rapi. Pada penelitian ini data yang
dimaksudkan ialah hasil observasi dan wawancara.
b.
Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dengan menguraikan data ke
dalam bentuk narasi, bagan, dan hubungan antar data. Data yang dimaksud pada
penelitian ini berupa aktivitas masyarakat. Pada tahap ini memunculkan dan
menunjukkan kumpulan data atau informasi yang terorganisasi dan terkategori
yang memungkinkan suatu penarikan kesimpulan atau tindakan. Pada penelitian
ini, penyajian data menggunakan teks yang bersifat naratif. Dari hasil reduksi
data tersebut, kemudian diuraikan dalam bentuk deskriptif dengan menggunakan
kata-kata dan berisi kutipan-kutipan hasil wawancara. Tahap ini dilakukan
dengan cara mendeskripsikan aktivitas apa saja yang dilakukan oleh petani pada
masyarakat Aceh di Desa Lingkok, kemudian mengidentifikasi aktivitas etnomatematika
apa saja yang muncul pada aktivitas masyarakat tersebut. Selanjutnya peneliti
mengelompokkan aktivitas tersebut sesuai dengan aktivitas yang telah ditentukan
dan membandingkan dengan konsep matematika.
c.
Menarik Simpulan atau
Verifikasi
Setelah tahap penyajian data, maka dilakukan penarikan
kesimpulan dengan cara menentukan pokok-pokok dari hasil penyajian data yang sesuai
dengan rumusan masalah dalam penelitian ini. Tahap ini bertujuan untuk
mengetahui secara jelas aktivitas etnomatematika apa saja yang dilakukan oleh
petani pada masyarakat Aceh di Desa Lingkok.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, S. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta:
Pt. Rineka Cipta.
D’Ambrosio, U. 2001. What Is Ethnomathematics, and
How Can It Help Children in Schools? Teaching Children Mathematics. Vol. 7
(6): 308
Ekawati, E. 2011. Peran, Fungsi, Tujuan, dan
Karakteristik Matematika Sekolah.[Online]
http://p4tkmatematika.org/2011/10/peran-fungsi-tujuan-dan-1karakteristik-matematika-sekolah/
[2 Desember 2019]
Fatimah, S. 2011. Studi Kualitatif tentang Aktivitas
Etnomatematika dalam Kehidupan Masyarakat Tolaki. Vol 14 (2). [Online] http://www.uinalauddin.ac.id/download-01%20Studi%20Kualitatif%20Tentang%20%20Sitti%20Fatimah%20S%20Sirate.pdf
[2 Desember 2019]
Karnilah, N. 2013. Study Ethnomathematic:
Pengungkapan Sistem Bilangan Masyarakat Adat Baduy. Bandung: Fakultas
Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.
Maran, R. R. 2007. Manusia dan Kebudayaan dalam
Prespektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Aneka Cipta.
Mesquita, M. dkk. 2011. Asphalt children and city
streets: A Life, a City and a Case Study of History, Culture, and
Ethnomathematics in Sao Paulo. Rotterdam: Sense Publishers.
Moleong, L. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Powell, A. B., & Frankenstein, M. 1997. Ethnomathematics.
Albany: State University of New York Press.
Rosa, M. & Orey, D. C. 2011. Ethnomathematics:
The Cultural Aspects of Mathematics. Revista Latinoamericana de
Etnomatematica. Vol. 4 (2).
Wahyuni. 2018. Etnomatematika Geulengku Teu Peu Poe
Permainan Daerah Pada Anak Pesisir Aceh. Seminar Nasional Royal, 527-532
Wibowo, W. H. (2016). Pengertian Sawah Beserta
Macam-macamnya. [Online]. Tersedia: http://www.naysira.com/2016/01/pengertian-sawah-besertamacam-macam.html
[tanggal 2 Desember 2019].
Komentar
Posting Komentar