MAKALAH PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KINERJA GURU
KATA PENGANTAR
Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Berkat limpahan karunia dan nikmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaruh Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru”
dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata
pelajaran Profesi Pendidikan.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari
bantuan, arahan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan
banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, penulis menyadari masih banyak
sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi
tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga penulis secara terbuka menerima
segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian apa yang dapat penulis sampaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat umumnya, dan untuk penulis
sendiri khususnya.
Banda Aceh, 20 Desember
2017
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Guru adalah pemegang
posisi dan peranan
penting, bukan hanya
di
sekolah tetapi
juga di dalam dunia pendidikan. Sebagai tenaga pengajar/pendidik, guru merupakan salah
satu faktor penentu
keberhasilan
setiap
upaya
pendidikan.
Itulah
sebabnya
dalam
setiap inovasi pendidikan, khususnya dalam perbaikan kurikulum,
selalu
bermuara pada faktor guru. Guru merupakan ujung
tombak dalam
pembangunan pendidikan nasional, utamanya dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia
melalui pendidikan formal.
Peran guru sebagai tenaga profesional bukan hanya untuk
mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik, tetapi juga berkaitan dengan kepribadian yang
dapat menjadi pemicu keberhasilan peserta didik.
Salah
satu upaya yang
dilakukan untuk melaksanakan
tujuan pendidikan
nasional adalah perbaikan yang
dilakukan melalui manajemen pendidikan
dengan cara meningkatkan kinerja
guru, hal ini karena tantangan
di dunia pendidikan saat ini adalah untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia
yang mampu bersaing di era global. Sebagai upaya dalam peningkatan prestasi kerja, tentu saja diperlukan motivasi yang dapat mendorong para guru tersebut
untuk berprestasi. Tanpa adanya motivasi, tentu saja usaha
tersebut terasa
sulit karena tidak adanya dorongan yang bisa membuat para guru termotivasi.
Pemerintah saat ini telah memberikan perhatian yang lebih dalam masalah
pendidikan, khususnya masalah
kesejahteraan guru.
Dahulu, menjadi seorang
guru
dapat dikatakan masih
sangat sulit untuk mendapatkan kesejahteraan, dan
satu-satunya yang
bisa membuat para guru bertahan dari sulitnya menjalani
kehidupan menjadi guru adalah karena label “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”
yang diberikan
kepada mereka.
Seiring dengan pembaharuan dalam
sistem pendidikan Indonesia, memperbaiki kesejahteraan
guru adalah
tujuan utama pemerintah saat ini dengan maksud agar
tujuan Pendidikan Nasional yaitu menghasilkan guru yang berkompetensi dalam bidangnya
dan menghasilkan sumber
daya manusia yang
mampu bersaing di era global dapat tercapai. Salah satu
upaya pemerintah untuk memperbaiki
kesejahteraan guru adalah
dengan pemberian
sertifikasi
bagi
guru.
Sertifikasi
bagi guru ini diadakan
dengan tujuan untuk
menghasilkan
guru-guru yang berkompeten
dalam bidang
tugasnya masing-masing dan
meningkatkan
kesejahteraan guru.
Sertifikasi merupakan bentuk penghargaan dari
pemerintah atas pencapaian kinerja guru.
Program
sertifikasi menuntut para
guru
untuk dapat melaksanakan kewajibannya sebagai tenaga pendidik yang
profesional. Jika para guru tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka secara otomatis pemerintah akan memberhentikan
tunjangan sertifikasinya. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru diharapkan dapat meningkatkan mutu
pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Melalui program sertifikasi
yang diadakan oleh pemerintah ini, para guru akhirnya lebih
termotivasi
untuk
meningkatkan
profesionalismenya
dalam bekerja.
Akan tetapi dalam kenyataannya,
apakah dengan adanya sertifikasi akan lebih membuat kinerja guru akan semakin
baik ataukah tidak ada peningkatan kinerja guru seperti sebelum adanya
sertifikasi. Karena fakta memperlihatkan bahwa selama
berjalannya sertifikasi saat ini,
ternyata
belum menunjukkan adanya perubahan secara
nyata
ke arah yang lebih
baik, sehingga untuk
selanjutnya
perlu diadakan perbaikan sistem sertifikasi agar dapat menunjukkan hasil yang lebih nyata.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar
belakang
yang telah dijelaskan
di
atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian
ini ialah, adakah pengaruh
sertifikasi guru terhadap kinerja guru?
1.3 TUJUAN
Tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah untuk mengetahui apakah sertifikasi yang telah didapatkan guru berpengaruh
terhadap kinerja guru.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SERTIFIKASI
GURU
2.1.1 Pengertian
Sertifikasi Guru
Istilah sertifikasi dalam makna
kamus berarti surat keterangan dari lembaga berwenang yang
diberikan kepada jenis profesi dan sekaligus pernyataan
terhadap kelayakan
profesi untuk
melaksanakan
tugas. Sertifikasi
secara yuridis menurut ketentuan pasal 1 ayat (11) UUGD adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru atau dosen. Adapun yang berkaitan dengan sertifikasi guru, dijelaskan dalam pasal 1 ayat (7), bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru.
Sertifikasi guru merupakan
pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi
profesional. Proses sertifikasi
dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat
kompetensi
sesuai
dengan
standar yang telah ditetapkan (Baruningsih,
2011).
Menurut Mulyasa , yang dimaksud dengan sertifikasi
guru adalah proses uji kompetensi yang
dirancang
untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat
pendidik. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang tentang Guru dan Dosen
No. 14 Tahun 2005 pada Pasal 1 ayat 11 yang dimaksud dengan sertifikasi
adalah pemberian sertifikat pendidik
untuk guru dan dosen. Kemudian pada ayat 12, sertifikat pendidik adalah
bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga profesional
(Haryanto
dan Aziz, 2009).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik sebagai bentuk profesionalisme kerja guru yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
2.1.2 Dasar
Hukum Pelaksanaan Sertifikasi
Secara yuridis dasar
hukum kewajiban sertifikasi bagi guru adalah Undang-
Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang disahkan pada
tanggal 30 Desember
2005.
Pasal 8 menyatakan bahwa guru
wajib
memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan
rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional. Pasal 11
ayat (1) menyatakan sertifikat pendidik
hanya diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Adapun persyaratan untuk
memperoleh sertifikat
pendidikan menurut pasal 9 adalah guru tersebut harus memiliki kualifikasi
pendidikan tinggi minimal program Strata
Satu (S-1) atau program Diploma Empat
(D-4).
Landasan hukum lainnya adalah Undang - Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan yang
ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007. Pasal yang mengatakannya adalah pasal 1 ayat (1) yang berbunyi sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah pemberian
sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan,
dan (2) sertifikasi sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti
oleh guru dalam jabatan yang
telah memiliki kualifikasi akademik Strata Satu (S-1) atau Diploma Empat (D-4) (Saniyah, 2008).
2.1.3 Tujuan
Sertifikasi
Undang - Undang
Guru dan Dosen Tahun 2005 menyatakan bahwa sertifikasi
sebagai
bagian
dari
peningkatan
mutu guru dan peningkatan kesejahteraannya. Oleh karena
itu lewat sertifikasi ini diharapkan guru menjadi pendidik yang
profesional, yaitu yang
berpendidikan minimal D-4/S-1
dan berkompetensi sebagai agen pembelajaran yang dibuktikan dengan pemilikan sertifikat pendidik setelah dinyatakan lulus uji kompetensi. Atas profesinya itu, guru
berhak mendapatkan imbalan (reward) berupa
tunjangan profesi dari
pemerintah.
Setiap pelaksanaan
kegiatan akan
mempunyai tujuannya masing-masing,
demikian juga dengan diadakannya program sertifikasi. Adapun tujuan
dari diadakannya program
sertifikasi yaitu:
1)
Menentukan
kelayakan
guru
dalam
melaksanakan tugas
sebagai
agen
pembelajaran dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sebagai agen
pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru yang
sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen
pembelajaran.
2)
Meningkatkan proses dan mutu hasil
pendidikan.
Mutu
pendidikan antara lain dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil proses
pembelajaran. Mutu siswa ini di antaranya ditentukan dari kecerdasan, minat,
dan usaha siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan
profesional menentukan mutu siswa.
3)
Meningkatkan
martabat guru.
Dari bekal
pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan
dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan
mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis
kondisi tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutan.
4)
Meningkatkan
profesionalitas guru.
Guru yang
profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidikan, pelatihan,
pengembangan diri, dan berbagai aktivitas lainnya yang terkait dengan
profesinya. Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan
mengikuti sertifikasi guru.
2.1.4 Manfaat
Sertifikasi
Lebih lanjut dikemukakan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan mempunyai manfaat
sebagai berikut:
a)
Melindungi profesi guru dari
praktik-praktik yang tidak
kompeten yang dapat merusak citra profesi guru.
Guru yang
telah mempunyai sertifikat pendidik harus dapat menerapkan proses pembelajaran
dikelas sesuai dengan praktik yang telah diuji.
b)
Melindungi masyarakat dari
praktik-praktik
pendidikan yang
tidak berkualitas
dan tidak profesional.
Sekolah yang
mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari mutu guru dan mutu proses
pembelajaran di kelas. Dengan sertifikasi, mutu guru diharapkan akan meningkat
sehingga meningkatkan mutu sekolah. Pada akhirnya, masyarakat dapat menilai
kualitas sekolah berdasarkan mutu pendidikannya.
c)
Meningkatkan kesejahteraan ekonomi guru
Hasil
sertifikasi diantaranya dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan imbalan
yang sesuai dengan prestasinya, yaitu berupa tunjangan profesi. Cara ini dapat
menghindari dari praktik ketidakadilan, misalnya guru yang berprestasi hanya
mendapatkan imbalan yang kecil. Dengan demikian, kesejahteraan guru dapat dapat
meningkat sesuai dengan prestasi yang diraihnya. Namun satu hal yang yang perlu
ditekankan adalah bahwa tunjangan profesi bukan menjadi tujuan utama
sertifikasi. Tunjangan profesi merupakan konsekuensi logis yang menyertai
kompetensi guru.
d)
Adanya tunjangan profesi
Guru yang
berhasil mendapatkan sertifikat pendidikan akan menerima tunjangan profesi dari
pemerintah sebesar satu bulan gaji. Ini tentu saja sumbangan pemerintah yang
cukup penting untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Guru-guru yang
sudah terdidik dan sejahtera secara ekonomi akan menjadi aset bagi kemajuan
pendidikan di masa mendatang.
e)
Menjaga lembaga
penyelenggaraan
pendidikan dan tenaga
kependidikan (LPTK) dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang
dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
2.1.5 Mekanisme
Pengujian Sertifikasi Guru
Menurut Trianto dan Titik (dalam Baruningsih, 2011) mekanisme
sertifikasi
guru, dapat dilakukan melalui dua bentuk: sertifikasi bagi calon guru untuk
menjadi guru profesional dan sertifikasi bagi guru yang
sudah memiliki jabatan (sertifikasi dalam jabatan). Sertifikasi bagi calon guru dapat
ditempuh setelah yang bersangkutan memiliki kualifikasi
pendidikan minimal S1/D4 baik
berlatar belakang kependidikan maupun
non-kependidikan dengan syarat
bahwa kesarjanaan tersebut relevan dengan jenjang dan jenis pendidikan serta
mata pelajaran yang akan diampu. Mekanisme pengujian terdiri atas dua tahapan, yaitu tes tertulis dan tes kinerja yang dipadukan dengan self appraisal, portofolio dan dilengkapi dengan peer appraisal
didasarkan pada indikator
esensial kompetensi guru sesuai tuntutan
minimal sebagai agen pembelajaran.
1.
Tes Tertulis
Tes tertulis digunakan
untuk mengungkap pemenuhan
standar minimal yang harus dikuasai guru dalam kompetensi
pedagogic dan kompetensi professional.
Tes
tulis merupakan alat ukur berupa satu set pertanyaan untuk mengukur perilaku kognitif yang diberikan
juga
secara tertulis.
2.
Tes
Kinerja
Tes kinerja menurut pendapat para ahli adalah jenis tes yang paling baik untuk mengukur kinerja seseorang dalam melaksanakan suatu tugas/profesi tertentu.
Secara
umum tes kinerja
ini digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan
gambaran menyeluruh
dari akumulasi
kemampuan guru
dari kemampuan dasar. Tes kinerja merupakan gambaran dari kemampuan guru dalam proses
pembelajaran mulai dari
penilaian persiapan pembelajaran, penilaian dalam melaksanakan
pembelajaran dan penilaian dalam
menutup pembelajaran
beserta aspek-aspeknya.
3.
Self
Appraisal dan Portofolio
Cara lain untuk menilai kompetensi
guru
dalam sertifikasi, selain tes
tertulis dan tes
kinerja adalah
penilaian
diri sendiri (Self Appraisal). Penilaian
ini dilakukan oleh guru sendiri setelah ia melakukan refleksi diri, apa saja yang
telah dikuasai dan yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran dan di luar pembelajaran. Untuk meyakinkan bahwa jawaban atas pertanyaan yang ada
dalam self appraisal, diperlukan adanya bukti pendukung dalam bentuk
portofolio.
Portofolio
ini
dapat
berupa
hasil
karya guru yang monumental selama
mengelola pembelajaran, surat keterangan/sertifikat/piagam
penghargaan/
karya ilmiah ataupun hasil kerja siswa dalam periode waktu tertentu. Sebagai instrumen penilaian
portofolio terdiri dari sepuluh unsur
yang merupakan komponen dari portofolio yaitu: 1. kualifikasi akademik, 2. pendidikan dan pelatihan,
3. pengalaman mengajar,
4. perencanaan
dan
pelaksanaan
pembelajaran, 5. penilaian dari atasan dan pengawas, 6. karya
pengembangan
profesi,
7. keikutsertaan dalam
forum ilmiah,
8. pengalaman organisasi
di bidang pendidikan dan sosial dan 9. prestasi akademik dan penghargaan yang relevan
dengan bidang pendidikan.
Fungsi
portofolio dalam sertifikasi guru (khususnya guru dalam jabatan) adalah
untuk menilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial dinilai, antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas. Kompetensi
profesional dinilai, antara lain melalui dokumen
kualifikasi akademik,
pendidikan dan pelatihan pengalaman
mengajar, perencanaan
dan pelaksanaan
pembelajaran dan
prestasi akademik. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI Nomor
18 Tahun 2007 (dalam Baruningsih, 2011) tentang sertifikasi
bagi guru dalam jabatan,
komponen-komponen portofolio meliputi:
a.
Kualifikasi Akademik, yaitu tingkat pendidikan formal yang
telah dicapai sampai dengan guru mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S-1, S-2 atau S-3) maupun nongelar ( D-4 atau Post
Graduate diploma ) baik di
dalam maupun di luar negeri. Bukti fisik yang
terkait dengan komponen ini dapat berupa ijazah
atau sertifikat
diploma.
b.
Pendidikan dan Pelatihan, yaitu
pengalaman
dalam mengikuti kegiatan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/ atau
peningkatan
kompetensi dalam melaksanakan tugas
sebagai pendidik. Bukti
fisik komponen ini dapat berupa sertifikat, piagam atau surat keterangan
dari lembaga penyelenggara diklat.
c.
Pengalaman Mengajar, yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik
pada satuan pendidikan tertentu sesuai
dengan
surat
tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/ atau kelompok
masyarakat penyelenggara
pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat
berupa surat keputusan/ surat keterangan yang sah dari lembaga yang
berwenang.
d.
Perencanaan
dan Pelaksanaan Pembelajaran,
yaitu persiapan mengelola
pembelajaran yang akan dilaksanakan
dalam kelas pada setiap
tatap
muka.
e.
Penilaian
dari
Atasan dan Pengawas, yaitu
kegiatan
guru
dalam mengelola
pembelajaran di kelas dan
pembelajaran individual.
Bukti fisik yang
dilampirkan berupa
dokumen hasil penilaian oleh kepala sekolah dan atau
pengawas tentang pelaksanaan
pembelajaran yang dikelola oleh
guru.
f.
Karya Pengembangan Profesi, yaitu suatu karya yang
menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan
oleh guru.
g.
Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah, yaitu partisipasi dalam kegiatan
ilmiah yang relevan dengan bidang tugasnya. Bukti fisik yang dilampirkan berupa makalah
dan sertifikat/piagam bagi narasumber
dan sertifikat atau piagam
bagi
peserta.
h.
Pengalaman
Organisasi Dibidang Kependidikan
dan Sosial, yaitu pengalaman guru
menjadi pengurus organisasi kependidikan, organisasi sosial, atau mendapat tugas tambahan. Bukti fisik yang dilampirkan adalah surat keputusan atau surat
keterangan dari pihak yang berwenang.
i.
Prestasi akademik merupakan penilaian atasan terhadap kepribadian sosial. Melalui
prestasi
akademik,
maka guru juga berhak mendapatkan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan guru. Penghargaan yang
relevan dengan bidang pendidikan yaitu penghargaan yang diperoleh karena menunjukkan
dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas.
4.
Peer Appraisal
Merupakan bentuk penilaian sejawat yang
terkait dengan kompetensi guru secara umum.
Terutama berkaitan dengan pelaksanaan tugas mengajar sehari-
hari dalam interval waktu tertentu. Sebagai
penilai dalam Peer
Appraisal dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau guru senior sejenis yang ditunjuk.
Peran peer appraisal
sebagai pendukung informasi yang
diperoleh melalui alat ukur tes
tertulis, tes kinerja,
self appraisal dan portofolio
(Baruningsih, 2011).
2.1.6 Tunjangan
Profesi Guru
Dalam UU RI
No. 14/2005 pasal 16 disebutkan bahwa pemerintah akan memberikan tunjangan profesi kepada guru yang besarnya setara dengan 1
(satu) kali gaji pokok pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama. Tunjangan profesi direncanakan
akan diberikan kepada guru yang
memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a)
Memenuhi
persyaratan akademik
sebagai guru
sesuai UU
No.14/2005 tentang
Guru dan Dosen.
b)
Memiliki
satu atau lebih sertifikat
pendidik yang telah diberi satu
nomor regristasi unik oleh Departemen.
c)
Melaksanakan tugas sebagai guru tetap yang diangkat oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, atau satuan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat dan bertugas sebagai guru
pada satuan
pendidikan yang memiliki
ijin
operasional dari
Pemerintah
atau Pemerintah
Daerah.
d)
Tidak terikat sebagai tenaga
kerja
tetap pada
instansi lain mengajar
sebagai guru mata pelajaran dan/atau guru kelas pada satuan pendidikan yang
sesuai dengan peruntukan
sertifikat pendidik yang
dimilikinya.
e)
Terdaftar pada Departemen sebagai
guru tetap.
Berdasarkan UU Guru dan Dosen (dalam Baruningsih,
2011), peningkatan kesejahteraan
guru
besarnya dapat mencapai lebih
dari dua kali lipat
penghasilan guru
saat
ini. Pasal 15 ayat
(1) UU Guru dan Dosen
menentukan, bahwa
guru
akan
mendapatkan kesejahteraan
profesi
yang berasal
dari beberapa
sumber keuangan, antara
lain: gaji pokok, tunjangan gaji, tunjangan profesional,
tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan maslahat
tambahan yang terkait dengan tugasnya
sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
1.
Gaji, hakikatnya
adalah balas jasa atau penghargaan atas hasil
kerja
seseorang. Adapun menurut
pasal
1 ayat (15)
UU Guru
dan
Dosen
menyebutkan, bahwa gaji adalah hak yang diterima
oleh guru atas pekerjaannya
dari penyelenggaraan
pendidikan
atau
satuan
pendidikan
dalam bentuk keuangan secara berkala
sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
2.
Gaji Pokok, yaitu satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat,
golongan, ruang penggajian dan masa kerja guru yang bersangkutan. Gaji pokok pegawai tersebut tertuang dalam daftar skala gaji yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Besarnya gaji pokok
yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah diatur
berdasarkan peraturan pemerintah nomor 88/2005 tentang Gaji Pegawai Negeri
Sipil.
3.
Tunjangan yang Melekat pada Gaji, selain gaji pokok selaku pegawai untuk
menunjang kehidupan guru beserta keluarganya, diberikan tunjangan
keluarga, yaitu tunjangan yang
melekat
pada gaji.
4.
Tunjangan Jabatan Fungsional, Guru dan Dosen pada
dasarnya merupakan
jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang
dan hak seorang pagawai dalam suatu satuan organisasi yang
dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian, ketrampilan serta
bersifat mandiri. Tunjangan jabatan fungsional guru
ditentukan berdasarkan golongan yaitu: Golongan II, golongan III
dan golongan IV.
Berdasarkan
pasal 15 RPP
Guru,
bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah
memberikan tunjangan fungsional kepada guru yang
diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah
dan pemerintah daerah sebesar 50% dari
gaji pokok.
5.
Tunjangan Profesi, yaitu tunjangan yang
diberikan kepada guru/dosen yang memiliki
sertifikasi pendidik sebagai
penghargaan atas profesionalitasnya. Tunjangan profesi hanya dapat diterima guru yang telah memiliki
sertifikasi pendidik.
Untuk guru/dosen yang
belum memiliki sertifikasi tetap mendapatkan tunjangan fungsional
dan
tunjangan lain. Tunjangan profesi diberikan kepada
guru yang diangkat
oleh penyelenggara
pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat. Tunjangan profesi guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah
atau pemerintah daerah
pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang
sama ditentukan besarnya setara dengan 1 (satu)
kali gaji pokok.
6.
Tunjangan Khusus,
diberikan bagi guru/dosen yang bertugas di daerah
khusus dan sebagai kompensasi atas kesulitan hidup
yang dihadapi bagi yang
melaksanakan
tugas di daerah
khusus. Besarnya tunjangan
khusus bagi guru/dosen yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa
kerja dan kualifikasi yang sama ditentukan
setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok.
7.
Tunjangan Kemaslahatan
Tambahan dan
Penghasilan Lain.
Maslahat
tambahan yaitu tambahan kesejahteraan yang
diperoleh dalam bentuk
asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan
lain,
atau penghasilan
lain terkait
dengan
tugasnya sebagai
guru yang
ditetapkan dengan penghargaan
atas dasar prestasi.
8.
Tunjangan
kehormatan, yaitu tunjangan yang hanya diberikan
kepada dosen yang
memangku jabatan profesor (guru besar). Tunjangan kehormatan diberikan karena sumbangsih yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan dan akademik. Tunjangan kehormatan profesor yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara
dengan 2
(dua) kali gaji pokok profesor yang
diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama.
2.1.7 Sertifikasi
dan Profesionalisme Guru
Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dalam Pasal 1 ayat 11 menyatakan bahwa sertifikasi adalah
pemberian
sertifikat pendidik
bagi guru dan dosen,
kemudian pada ayat 12 disebutkan
bahwa sertifikat pendidik
merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional. Profesionalisme
adalah sebutan yang
mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen
dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa
mewujudkan dan meningkatkan
kualitas profesionalnya. Untuk mewujudkan sikap
profesional
guru, maka diaturlah ketentuan dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan
Dosen pada Pasal 8 menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9 Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 menyatakan bahwa
kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Pasal
10 menyatakan bahwa kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi. Pertama, kompetensi pedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi
hasil belajar,
dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya (Haryanto
dan Aziz, 2009).
Kedua, kompetensi kepribadian, adalah
kemampuan
guru
dalam menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada peserta didik secara benar dan
bertanggung
jawab, serta kemampuan guru untuk dapat memiliki pengetahuan
penunjang tentang kondisi fisiologis, psikologis, dan pengolahan pembelajaran
dari peserta didik yang dihadapinya (Suryati,
2011)
Ketiga, kompetensi sosial,
adalah
kemampuan
pendidik
untuk memperlakukan
peserta didiknya secara wajar guna tercapai optimalisasi potensi pada diri
masing-masing
peserta didik. Memahami dan menerapkan prinsip belajar yang beranggapan bahwa
keberhasilan belajar
ditentukan oleh kemampuan yang ada pada diri peserta didik. Kompetensi sosial yang dimiliki
seorang pendidik juga
berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi pendidik dengan peserta didik dan
lingkungan mereka (Suryati, 2011).
Keempat, kompetensi profesional, adalah
kemampuan
pendidik dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya
membimbing
peserta didik memperoleh
tujuan pembelajaran yang diharapkan (Haryanto
dan
Aziz,
2009).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang guru yang memiliki sikap profesionalisme tinggi, dibutuhkan usaha-usaha yang nyata seperti yang
diharapkan bagi kemajuan peserta didik maupun pendidikan
Nasional. Melalui sertifikasi,
guru
dituntut untuk menjadi
profesional karena guru-guru yang
telah bersertifikasi berarti telah memenuhi kompetensi serta telah menunjukkan usaha-usaha nyata seperti yang
diharapkan.
2.2 GURU
2.2.1 Pengertian
Guru
Definisi guru diatur dalam
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 (Pasal 1 ayat 1) tentang Guru dan Dosen. Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah pada jalur pendidikan formal (Haryanto dan Aziz,
2009).
2.2.2 Tugas-tugas
Guru
Guru memiliki
tugas utama untuk
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, maka akan dijelaskan tentang rincian dari tugas utama guru tersebut (Haryanto dan Aziz,
2009).
a.
Tugas Mendidik
Mendidik adalah memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa oleh manusia yang
telah dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangannya sampai tercapainya
kedewasaan, baik secara rohaniah maupun jasmaniah. Arti dari dewasa
disini adalah anak didik tersebut sudah mampu menyadari dirinya, berdiri sendiri, serta
bertanggungjawab. Guru bertindak sebagai
penuntun peserta didik dalam pertumbuhan dan perkembangannya sampai
peserta
didik menamatkan pendidikannya, hal ini terutama
bagi anak didik pada jenjang pendidikan Sekolah
Dasar (SD).
Tugas mendidik
mengarah
pada pembentukan sikap dan
nilai-nilai, sehingga peserta didik berperilaku sesuai dengan norma sekolah (tata tertib), norma
masyarakat
(adat istiadat), norma Negara (Pancasila), dan norma Tuhan (agama).
b.
Tugas Mengajar
Tugas mengajar adalah
tugas yang paling dominan bagi guru. Sebagian waktu
di sekolah digunakan
untuk menyelenggarakan pembelajaran.
Guru mewariskan pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada
peserta didik.
Kegiatan mengajar mengarah pada pengembangan aspek intelektual
(kognitif) peserta didik. Pelaksanaan tugas ini diawali dengan perancangan
berbagai program. Setelah
program-program tersebut selesai dirancang, barulah guru mulai melaksanakan program pembelajaran. Guru berinteraksi
dengan peserta didik melalui
pengkajian materi
pembelajaran, dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran,
yaitu dikuasainya kompetensi-kompetensi tertentu oleh
peserta didik.
c.
Tugas Melatih
Tugas melatih mengarah pada penguasaan keterampilan, baik keterampilan
fisik maupun keterampilan intelektual.
Melalui
tugas
melatih,
guru
memberikan stimulus agar muncul
respon dari peserta didik.
d.
Tugas Mengarahkan
Tugas mengarahkan bisa terjadi pada saat guru sedang
melaksanakan tugas mengajar,
membimbing, melatih, maupun mendidik.
Dalam
tugas mengarahkan
ini
guru
dituntut
untuk dapat mengarahkan
peserta didik ketika sedang mengalami
kesulitas didalam proses belajar mengajar.
e.
Tugas Menilai
Menilai adalah proses
membuat pertimbangan berdasarkan informasi yang tersedia dan mengarah pada
pengambilan
keputusan.
Pelaksanaannya
diawali dengan pembuatan alat-alat penilaian, selanjutnya alat-alat tersebut
digunakan untuk mengukur aspek-aspek kepribadian peserta didik yang sudah
direncanakan. Setelah
kegiatan ini, maka diperoleh informasi berupa hasil tes atau non tes ditambah hasil portofolio yang dikembangkan peserta didik.
Melalui hasil tersebut maka guru akan membuat pertimbangan data yang ada, kemudian akan didapatkan keputusan akhir
berupa
pernyataan apakah yang
dipertimbangkan itu baik atau buruk, naik atau tidak naik, lulus atau tidak
lulus.
f.
Tugas Mengevaluasi Peserta Didik
Tugas mengevaluasi peserta
didik ini dilakukan
dengan
tujuan untuk
melihat perkembangan akhir
dari hasil pembelajaran. Biasanya dilakukan diakhir
semester, guru akan mengevaluasi hasil belajar siswa apakah ada
kemajuan atau tidak dari kegiatan belajar mengajar yang diikuti
oleh peserta didiknya.
Selain
tugas-tugas pokok
guru
tersebut,
kemudian Muhtar
(1992)
juga menyatakan
bahwa guru memiliki peran
sebagai
berikut:
a.
Fasilitator Perkembangan
Siswa
Kemampuan dan potensi yang dimiliki
siswa tidak mungkin dapat berkembang dengan baik apabila tidak mendapat rangsangan dari lingkungannya. Ketika
berada
di sekolah, guru dan siswa
secara individual diharapkan telah
mempunyai kemampuan dan potensi itu.
Peranan guru
sebagai fasilitator dalam mengantarkan siswa kearah hasil pendidikan yang tinggi
mutunya.
b.
Agen Pembaharuan
Kehidupan manusia merupakan
serangkaian perubahan-perubahan yang nyata. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi
ini mengalami kepesatan. Guru
dituntut untuk tanggap
terhadap perubahan
dan
bertugas sebagai agen pembaharuan yang mampu menularkan
kreativitas dan kesiapan mental siswa.
c.
Pengelola
Proses Belajar Mengajar
Guru dalam hal ini bertugas mengarahkan kegiatan belajar
siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam menyajikan materi
pelajarannya, guru berperan dan bertugas sebagai pengelola proses belajar mengajar
dimana segala proses belajar
mengajar
mulai dari menyajikan materi, memberikan
tes-tes
tertentu, dan
memberikan nilai menjadi tanggungjawab guru agar segala kegiatan dapat berjalan secara
baik dan pada akhirnya
peserta didik mampu
mencapai kompetensi yang diharapkan.
d.
Pengganti Orang
Tua di Sekolah
Guru dalam hal ini harus dapat menggantikan orang tua
siswa apabila siswa
sedang berada di sekolah. Dalam melaksanakan tugas sebagai pengganti orang tua, guru-guru harus mampu menghayati hubungan kasih sayang
seorang bapak atau seorang ibu terhadap anaknya serta mampu mengenal
suasana siswa di rumah
atau
dalam
keluarganya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
guru adalah seorang pendidik
profesional dengan tugas utama
mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada jenjang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah pada jalur pendidikan formal. Selain memiliki
tugas- tugas pokok seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya,
guru juga memiliki
tugas untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik, menularkan kreativitasnya
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
peserta didik, mengelola proses
belajar mengajar agar para peserta didik
mampu
mencapai kompetensi belajar seperti yang diharapkan, serta dapat menjadi
pengganti orang tua peserta didik di sekolah, yaitu siap memberikan segala
kasih sayang dan
perhatian bagi peserta didiknya.
2.3 KINERJA
GURU
2.3.1 Pengertian
Kinerja Guru
Istilah
kinerja berasal
dari kata
job performance/actual performance
yang dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai
oleh seseorang. Guru dapat mencapai kinerja yang
maksimal jika guru mau berusaha untuk mengembangkan
seluruh
kompetensi yang
dimilikinya dan
juga
memanfaatkan serta menciptakan situasi yang
ada di lingkungan sekolah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Anwar Prabu Mangkunegara mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
Kemudian menurut Ivor
K. Davies mengatakan bahwa
ada empat ciri seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai guru, ciri-ciri tersebut adalah
(Musarofah, 2008):
1.
Merencanakan, yaitu pekerjaan
seorang
guru menyusun
tujuan belajar.
2. Mengorganisasikan, yaitu
pekerjaan seorang guru untuk
mengatur dan
menghubungkan sumber-sumber
belajar sehingga dapat mewujudkan tujuan
belajar dengan
cara yang
paling efektif,
efisien, dan seekonomis mungkin.
3. Memimpin, yaitu pekerjaan seorang guru untuk memotivasi, mendorong, dan menstimulasikan murid-muridnya sehingga peserta didik
siap mewujudkan tujuan belajar.
4.
Mengawasi, yaitu
pekerjaan
seorang
guru untuk menentukan
apakah
fungsinya dalam mengorganisasikan
dan
memimpin
di atas telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang
telah dirumuskan. Jika tujuan belum dapat
diwujudkan, maka guru
harus
menilai dan
mengatur kembali situasinya.
2.3.2 Indikator
Kinerja Guru
Ada beberapa indikator yang dapat dilihat sebagai peran guru dalam meningkatkan kemampuan peserta
didik agar dapat menerima materi
pembelajaran dengan baik melalui proses belajar-mengajar yang diadakannya.
Indikator-indikator kinerja tersebut
adalah:
1.
Perencanaan
Kegiatan Pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran,
guru dituntut menyusun rencana pembelajaran, fungsi perencanaan
pembelajaran ialah untuk
mempermudah guru dalam melaksanakan tugas selanjutnya, Sehingga proses
belajar mengajar akan benar-benar terskenario dengan, efektif
dan efisien.
Kemampuan merencanakan kegiatan
belajar mengajar ini
meliputi:
a.
Menguasai Garis-garis Besar Penyelenggaraan Pendidikan.
b.
Menyesuaikan Analisa Materi Pelajaran.
c.
Menyusun Program Semester.
d. Menyusun Program Pembelajaran.
2.
Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Setelah menyusun
rencana pembelajaran, tugas guru selanjutnya adalah melaksanakan pembelajaran yang merupakan aktivitas utama di sekolah.
Guru
harus menunjukkan
penampilan yang
terbaik
bagi para siswanya, penjelasan
materi harus mudah dipahami, penguasaan keilmuannya benar,
menguasai metodologi,
dan seni pengendalian
siswa.
Seorang guru juga harus bisa menjadi
teman belajar yang
baik
bagi para siswanya sehingga siswa merasa senang dan
termotivasi belajar bersamanya. Kemampuan melaksanakan kegiatan belajar mengajar
ini meliputi:
a.
Tahap Pre instruksional.
b.
Tahap Instruksional.
c.
Tahap Evaluasi.
3.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Langkah guru berikutnya adalah mengevaluasi hasil pembelajaran. Segala
sesuatu yang terencana harus dievaluasi agar
dapat diketahui apakah yang
telah direncanakan sesuai dengan realisasinya dan tujuan yang
ingin dicapai, serta
untuk mengetahui apakah siswa telah dapat mencapai standar kompetensi yang
di tetapkan, juga dapat mengetahui
apakah metode ajarannya telah tepat sasaran.
Dalam
melakukan
kegiatan evaluasi, seorang guru
harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan serta harus memperhatikan soal-soal evaluasi yang
digunakan agar dapat dapat mengukur kemampuan
siswa.
Kemampuan mengevaluasi hasil
pembelajaran ini
meliputi:
a.
Evaluasi Normatif.
b.
Evaluasi Formatif.
c.
Laporan Hasil Evaluasi.
d.
Pelaksanaan
Program Perbaikan.
4. Ketaatan
guru pada disiplin tugas.
Setiap lembaga pendidikan telah dibuat aturan-aturan yang harus diindahkan oleh para guru maupun tenaga pendidikan
lainnya, bahkan
sebagai pegawai negeri.
Aturan-aturan
tersebut telah dibakukan
menjadi aturan kepegawaian.
Hal ini untuk menjadikan kelancaran pada jalanya proses belajar mengajar maupun citra baik dari
masyarakat yang
ingin memanfaatkan
jasa lembaga tersebut (Sukadi, dalam Musarofah, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
kinerja guru adalah hasil kerja yang
tampak secara nyata yang dicapai melalui
usaha-usaha tertentu. Kinerja
seorang guru diukur berdasarkan indikator yang telah ditetapkan pemerintah. Melalui indikator tersebut dapat dilihat apakah tujuan
pembelajaran
telah tercapai
sesuai dengan yang diharapkan.
2.4 PENGARUH
SERTIFIKASI GURU TERHADAP KINERJA GURU
Pemerintah berharap, dengan disertifikasinya guru, kinerjanya akan
meningkat sehingga prestasi siswa meningkat pula. Namun dalam pelaksanaannya,
sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi banyak peluang pada guru
untuk menempuh jalan pintas. Hal ini disebabkan profesionalisme guru diukur
dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang kemudian memunculkan hipotesis
bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud penilaian portofolio tidak akan
berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, apalagi terhadap peningkatan mutu
pendidikan nasional.
Bahkan ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian
portofolio tak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru,
apalagi dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional.
Apa yang menjadi keprihatinan banyak pihak ini dapat dimaklumi. Hal ini
dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak
lebih dari penilaian terhadap tumpukan kertas. Kelayakan profesi guru dinilai
berdasarkan tumpukan kertas yang mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat
tumpukan kertas itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak mengherankan jika
kemudian ada beberapa kepala sekolah yang menyetting berkas portofolio guru di
sekolahnya tidak mencapai batas angka kelulusan. Mereka berharap guru-guru
tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat
sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-cuma.
Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan
diterapkan di sekolah atau di kelas.
Hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio
tidak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional
terasa akan menjadi kenyataan bila dibandingkan dengan pelaksanaan sertifikasi di
beberapa negara maju, khususnya dalam bidang pendidikan. Hasil studi
Educational Testing Service (ETS) yang dilakukan di delapan negara menunjukkan
bahwa pola-pola pembinaan profesionalisme guru di negara-negara tersebut
dilakukan dengan sangat ketat (Samami dkk., 2006:34).
Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Inggris yang menerapkan sertifikasi
secara ketat bagi calon guru yang baru lulus dari perguruan tinggi. Di kedua
negara tersebut, setiap orang yang ingin menjadi guru harus mengikuti ujian
untuk memperoleh lisensi mengajar. Ujian untuk memperoleh lisensi tersebut
terdiri dari tiga praksis, yaitu tes keterampilan akademik yang dikenakan pada
saat seseorang masuk program penyiapan guru, penilaian terhadap penguasaan
materi ajar yang diterapkan pada saat yang bersangkutan mengikuti ujian
lisensi, dan penilaian performance di kelas yang diterapkan pada tahun pertama
mengajar. Mereka yang memiliki lisensi mengajarlah yang berhak menjadi guru.
Keterpurukan mutu pendidikan Indonesia di dunia internasional memang amat
memprihatinkan. Akan tetapi, keprihatinan ini jangan sampai membuat kita putus
harapan. Keterpurukan ini hendaknya membuat kita sungguh-sungguh terdorong
mencari jalan yang tepat, bukan dengan cara-cara instan dan mengutamakan
kepentingan pribadi.
Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu
pendidikan yang rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas gurunya melalui
sertifikasi guru. Pemerintah berharap, dengan disertifikasinya guru, kinerjanya
akan meningkat sehingga prestasi siswa meningkat pula. Namun dalam
pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi banyak
peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas. Hal ini disebabkan
profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang kemudian
memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud penilaian
portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, apalagi
terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.
Di samping itu, berkaca pada pelaksanaan sertifikasi negara-negara maju,
terutama dalam bidang pendidikan, peningkatan mutu pendidikan hanya dapat
dicapai dengan pola-pola dan proses yang tepat. Pola-pola instan hanya akan
menghambur-hamburkan dana dan waktu menjadi terbuang percuma. Sedangkan apa
yang menjadi substansi sama sekali tidak tersentuh.
Sertifikasi tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, memang
baru sebuah hipotesis. Hipotesis ini memang harus dibuktikan melalui sebuah
penelitian. Akan tetapi, tidak ada salahnya bila kita mengatakan sertifikasi
tidak memiliki pengaruh yang signifikan-atau bahkan tidak memiliki pengaruh
sama sekali-terhadap kinerja guru berdasarkan indikator-indikator yang tampak
di depan mata.
Dalam rangka memperoleh profesionalisme guru, hal yang diujikan dalam sertifikasi
adalah kompetensi guru. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan
Dosen Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan
Pasal 28, kompetensi guru meliputi empat komponen yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, professional, dan sosial. Namun demikian, setelah adanya
sertifikasi pendidik, kinerja guru masih dirasa kurang meningkat.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dampak sertifikasi
terhadap kinerja guru belum mengalami perubahan. Para pendidik di sekolahan
tersebut belum mampu mengaplikasikan empat komponen tentang standar nasional
pendidikan. Dampak sertifikasi pada komponen yang pertama yaitu pada kompetensi
pedagogik, para guru belum mengalami perubahan yang lebih baik dalam memberikan
pembelajaran pada siswanya. Pemberian teori belajar dan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik pun belum mampu sepenuhnya dilakukan oleh para guru. Komponen
yang kedua yaitu pada komponen kompetensi profesionalitas guru juga belum
mengalami peningkatan setelah adanya sertifikasi. Para guru belum mampu
meningkatkan efektivitas belajar siswa dan juga belum ada peningkatan dalam
guru untuk lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan profesionalitas dalam bidangnya seperti diklat, Lokakarya, dan
MGMP.
Komponen yang ketiga yaitu komponen kompetensi sosial guru, dalam komponen
ini guru dituntut untuk meningkatkan rasa sosialnya seperti untuk lebih
berinteraksi dengan masyarakat agar berperan serta dalam pendidikan
putra-putrinya. Komponen yang keempat adalah komponen kompetensi kepribadian
guru, pada komponen ini guru juga belum mengalami peningkatan yang signifikan
untuk lebih berkomitmen dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang
profesional. Selain itu, guru belum bisa bersikap wajar dalam hal berpakaian
dan memakai perhiasan yang mencolok.
Kinerja guru dinilai meningkat hanya saat guru-guru belum lolos sertifikasi
dan setelah mendapatkan sertifikasi kinerja guru menjadi menurun seperti para
guru menjadi enggan untuk mengikuti seminar atau pelatihan untuk peningkatan
kualitas diri, padahal sebelum mendapat sertifikasi para guru menjadi lebih
sering mengikuti pelatihan untuk peningkatan kualitas diri. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengenai dampak
sertifikasi profesi guru terhadap kinerja guru menunjukkan hasil yang kurang
memuaskan. Setelah mengolah data 16 dari 28 provinsi yang diteliti hasilnya
menunjukkan bahwa peningkatan kinerja yang diharapkan dari guru yang sudah
bersertifikasi, seperti perubahan pola kerja, motivasi kerja, pembelajaran,
atau peningkatan diri, dinilai masih tetap sama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan
adanya program sertifikasi guru diharapkan kinerja guru akan meningkat sehingga
mutu pendidikan di Indonesia juga akan meningkat ke arah yang lebih baik. Setelah
sertifikasi diharapkan guru dapat memenuhi empat komponen seperti yang tertuang
dalam Undang - Undang Guru dan Dosen Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, kompetensi guru meliputi empat komponen
yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan social. Namun dalam prakteknya, banyak guru yang tidak dapat
memenuhi keempat komponen tersebut dan dari beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa kinerja guru tidak meningkat setelah adanya sertifikasi dan cenderung
masih sama sebelum adanya sertifikasi. Untuk menjaga mutu guru yang sudah lolos
sertifikasi seharusnya ada pola pembinaan dan pengawasan yang terpadu dan
berkelanjutan bagi para guru.
3.2 Saran
Disarankan kepada pemerintah agar mengkaji ulang sertifikasi guru berbasis
portofolio sehubungan dengan banyaknya kecurangan dan manipulasi berkas
portofolio dalam sertifikasi. Disarankan kepada tim pengawas sertifikasi
atau tim asesor agar meningkatkan pengawasan dan ketelitian dalam
mensertifikasi, Serta mensosialisasikan program sertifikasi tersebut bersama
dengan Dinas Pendidikan setempat.
Disarankan kepada pemerintah agar meningkatkan program up grading para
guru. Hal ini bertujuan memfasilitasi para guru agar mudah dalam proses
sertifikasi dengan jalan yang benar. Disarankan kepada pemerintah untuk tetap
mengadakan pengawasan terhadap kinerja guru yang telah berhasil mendapatkan
sertifikasi agar pelaksanaan dan tujuan sertifikasi
Penulis
bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Semoga makalah
berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Baruningsih, Palupi. 2011. Pengaruh Sertifikasi Profesi Guru Terhadap Kinerja Guru Akuntansi Di SMK
Se-Kabupaten Sragen. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Http://lib.unnes.ac.id.pdf. Diunduh
tanggal 2 Desember 2017.
Haryanto, Zeni dan Abdul Aziz. 2009. Sertifikasi Profesi
Keguruan. Jakarta. Poliyama Widyapustaka.
Isfanurjaman. 2016. Makalah
Pengaruh Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru. Http://isfaisfaxnewss.blogspot.co.id/2016/08/makalah-pengaruh-sertifikasi-terhadap.html.
Diakses tanggal 12 Desember 2017
Mulyasa. 2009. Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Musarofah. 2008. Kinerja
Guru di MTS Al-Wathoniyah I Cilungun Duren Sawit – Jakarta Timur. Jakarta.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Http://www.idb4.wikispaces.com/file/view/fz4015kinerja+guru.pdf.definisikinerjaguru. Diunduh tanggal 8 Desember 2017.
Noname. 2014. Makalah
Pengaruh Sertifikasi Terhadapa Kinerja Guru. Http://ratihgirls51.wordpress.com/2014/04/30/makalah-pengaruh-sertifikasi
-terhadap-kinerja-guru/. Diakses tanggal 12 Desember 2017
Saniah. 2008. Motivasi Guru
dalam Mengikuti Program Sertifikasi
Guru di Madrasah Aliyah Negeri (Man) Model
Bangkalan). Malang.
Universitas Islam Negeri Malang. Http//:www.lib.uin.malang.ac.id/04110017.pdf. Diunduh tanggal 2 Desember 2017.
Segala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Sujanto, Bejo.2009.Cara Efektif
Menuju Sertifikasi Guru.Jakarta:Raih Asa Sukses.
Suryati,
Wawat. 2011.
Profesi Kependidikan.
Bandar Lampung:
STKIP Bandar Lampung.
SEMOGA MEMBANTU...:):)
BalasHapus