makalah teori konflik dalam komunikasi
TEORI KONFLIK DALAM
KOMUNIKASI
DISUSUN
OLEH:
DEVI
ARHAMI PUTRI 1406103020031
JUWITA
NURUL HUSNA 1406103020054
LORO
ANDRIANI 1406103020003
RISKA
NOVELASARI 1406103020034
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM,
BANDA ACEH
DESEMBER
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaah…
Puja, puji, beserta syukur kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya. Karena tanpa seizin-Nya, mustahil tulisan sederhana ini dapat
terselesaikan. Salawat dan salam terlimpahkan bagi junjungan semesta,
Rasulullah, Muhammad saw.
Rasa terima kasih yang amat dalam kami sampaikan kepada kedua orang tua,
guru, dosen, sahabat, dan seluruh pihak yang berkontribusi aktif dalam
penulisan makalah ini.
Makalah ini memaparkan keinginan kami tentang bagaimana mengelola konflik
serta pernanan komunikasi terhadap konflik. Tentunya
berbagai saran dan kritik yang membangun akan kami terima dengan tangan
terbuka.
Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Desember 2017
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial. Manusia saling membutuhkan
satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya atau mewujudkan keinginannya. Sekelompok
manusia yang memliki tujuan dan kebutuhan yang sama cenderung membentuk suatu
komunitas untuk memudahkan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk mengoptimalkan
pencapaian tujuan. Namun, memiliki berbagai kesamaan tidak menutup kemungkinan
adanya hambatan dalam mencapai tujuan. Faktanya, masih banyak kekacauan yang
terjadi di dalam komunitas-komunitas, misalnya komunitas kepartaian (Ibrahim
& Dariyanto, 2017), lembaga-lembaga pemerintahan (Tempo, 2017), dan lain sebagainya. Kekacauan bahkan dapat
ditemukan dalam ruang lingkup yang lebih kecil, seperti individu, keluarga, atau
kelompok masyarakat.
Komunikasi sebagi proses salah satunya berfungsi sebagai
pengikat di dalam suatu komunitas. Komunikasi sebagai proses, mengikat
anggota-anggota dalam suatu komunitas melalui penjaringan dan pembagian informasi
terhadap semua anggota. Fungsi tersebut memungkinkan proses komunikasi menjadi
jembatan terjadinya konflik, serta upaya penanggulangannya. Oleh karena itu,
makalah ini ditulis untuk menjabarkan berbagai teori terkait penanggulangan
konflik serta peranan komunikasi terhadap konflik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut, rumusan masalah yang dibahas, antara lain:
1.
Apa yang dimaksud
dengan konflik dalam komunikasi?
2.
Apa saja jenis-jenis
konflik dalam komunikasi?
3.
Apa saja upaya
penanggulangan konflik dalam komunikasi?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan yang
ingin dicapai melalui penulisan makalah ini, antara lain:
1.
Mengetahui dangan
jelas, manakah yang dimaksud dengan konflik dalam komunikasi.
2.
Mengetauhi jenis-jenis
konflik yang dapat ditemukan dalam kegiatan komunikasi.
3.
Mengetahui berbagai
upaya penanggulan konflik dalam berkomunikasi.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata
kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik menurut para
ahli, di antaranya sebagai berikut:
a.
Taquiri dalam Newstorm dan Davis
(1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam
berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
b.
Gibson, et al (1997: 437), hubungan
selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula
melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi
memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu
sama lain.
c.
Robbin (1996), keberadaan konflik dalam
organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak
menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut
dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan kesadaran
akan adanya pertentangan yang terjadi antara suatu pihak dengan pihak lain
disebabkan perbedaan tujuan, kebutuhan, dan atau sudut pandang terhadap suatu
masalah.
2.2 Konflik dalam Komunikasi
Istilah komunikasi diambil dari Bahasa Inggris yaitu communication, yang berasal dari communis dalam Bahasa Latin yang berarti
“sama”. Common (sama) kemudian berubah menjadi kata kerja communicare yang artinya “menyebarkan”
atau “memberitahukan”. Jadi secara etimologis, komunikasi berarti menyebarkan
atau memberitahukan informasi kepada pihak lain guna mendapatkan pengertian
yang sama. Sedangkan secara terminologi, komunikasi didefinisikan sebagai
pertukaran informasi antara pengirim informasi dengan penerima, serta gangguan
dalam menerjemahkan pesan (persepsi) antara individu yang terlibat. (Kreitner
& Kinicki, 2014).
Konflik dalam komunikasi merupakan pertentangan yang terjadi
selama proses penjaringan, pengolahan, penyebaran, dan penanggapan terhadap
informasi dari satu pihak ke pihak lainnya. Baik dalam satu komunitas yang sama,
maupun komunitas yang berbeda.
2.3 Jenis-Jenis Konflik dalam Komunikasi
Berdasarkan perilakunya, Hocker & Wilmot (1991)
mengemukakan tiga kategori konflik:
a. Konflik
Penghindaran
Konflik
penghindaran meliputi banyak strategi untuk menghindari konfrontasi. Strategi
tersebut tediri dari penolakan sederhana terhadap pernyataan-pernyataan yang
pesimistik atau ambivalen. Bentuk-bentuk penghindaran, di antaranya:
1.
Penolakan
yang sederhana, merupakan pernyataan-pernyataan
yang tidak di elaborasi dibuat untuk menolak bahwa konflik sedang terjadi.
Contoh “Siapa yang berselisih? Aku
tidak marah sama sekali.”
2.
Kekurangan
repons, adalah kegagalan untuk mengakui
atau menolak adanya konflik menyusul pernyataan atau pertanyaan mengenai
konflik oleh orang lain. Contoh “Saya
pikir kamu belum memperbaiki mobil itu. Bagaimana kalau mobil iti mogok lagi
dijalan?” “Mobil itu akan lancar.”
3.
Mengalihkan
dan menghindari topik-topik, merupakan taktik-taktik lain yang
meliputi fokus semantik, keabstrakan bergurau, ambivalensi dan pesimisme.
4.
Fokus
semantik, merupakan pengelakan yang
menarik, seseorang mencoba menghindari konflik dengan memusatkan perhatian pada
apa yang dikatakan, kemudian membuat pernyataan tentang makna kata-kata yang
digunakan atau bagaimana menandai konflik yang sedang berkangsung. Selain
komentar-komentar ambivalen mengenai konflik, ucapan-ucapan yang pesimsitik
cenderung menepis pembicaraan mengenai sebab-sebab konflik. Contoh “Kita tak perlu megulang-ulang hal itu lagi.
Kita telah sering membicarakannya.”
5.
Penangguhan, merupakan cara strategi untuk menghindar dengan
cara yang baik, dengan catatan pembicaraan yang dilakukan dalam
waktu yang dekat.
b.
Konflik Persaingan (Mengganggu)
Taktik-taktik dalam konflik persaingan
digunakan untuk menjadi pemenang. Menurut Sillars, taktik persaingan meliputi:
1.
Pencarian
kesalahan (kecaman pribadi langsung), contohnya “Kamu kelihatan kacau.”
2.
Penolakan, contohnya “Aku tidak bisa pergi sama kamu”.
3.
Pemojokan, Contohnya “Bagaimana kamu tahan hidup seperti itu?.”
4.
Gurauan yang menyakitkan, contohnya “Bila kawan-kawanmu terjun ke jurang, apa kamu mau terjun juga.”
5.
Atribusi
presumtif, adalah membuat
pernyataan-pernyataan yang di nisbahkan kepada perasaan, pikiran, motif orang
lain yang tidak ia akui. Contohnya “Kamu
baru saja mengatakan bahwa karena kamu tahu itu membuatku marah.” “Kamu ingin
melihatku membodohi diriku sendiri.” “Jadi kamu pikir aku tidak dapat membantah
bosku.”
6.
Preskripsi, merupakan salah
satu strategi yang kompetitif dan kuat. Orang yang konfrontif mengajukan
tuntutan, mengancam, atau menginginkan suatu perubahan perilaku pada orang lain
yang dianggap akan memecahkan konflik. Ancaman merupakan respons yang paling
sering digunakan dalam konflik, dan terkadang ancaman menimbulkan perubahan bila
orang yang diancam percaya dan peduli bahwa ancaman itu akan dilakasanakan.
Contohnya “Selesaikan pekerjaan
itu besok atau aku takkan membayar kamu.” “Bila kamu meninggalkan rumah ini
sekarang, jangan kembali lagi.”
c. Konflik Kolaborasi
(Integratif)
Konflik kolaborasi
terdiri dari beberapa taktik-taktik (Sillars, 1982) yaitu sebagai berikut:
1.
Deskripsi, yaitu tidak
menyalahkan atau membuat penilaian-penilaian lainnya atau sekedar melukiskan.
Contohnya “Kamu tidak pernah ingin
pergi ke luar, dan aku merasa
tertekan karena kita jarang pergi ke luar.”
2.
Kualifikasi, adalah pembatasan subjek yang dipermasalahkan.Contohnya “Jangan mempermasalahkan
mengapa kita tidak punya uang cukup. Dapatkah kita mencari jalan bagaimana kita
dapat mengelola apa yang kita miliki sekarang sehingga tekanan itu berkurang
bagi kita?”
3.
Dengan
menyingkapkan pikiran dan perasaan anda sendiri dan meminta orang lain
menyingkapkan diri mereka, maksudnya adalah mencoba
mengembangkan suatu iklim yang mendukung sehingga konflik mungkin dapat
diatasi. Contohnya “Bila kamu
berbicara tentang pria lain, aku menjadi
cemas. Apakah kau bermaksud tak mau berhubungan denganku lagi?”
4.
Pertanyaan
negatif, yaitu mendorong
penyikapan dan keterbukaan dari orang lain. Contohnya “Dik, bila aku pernah menyakiti perasaanmu,
aku ingin tahu apakah itu.”
2.4 Akibat-akibat Konflik
Dampak
konflik dalam kehidupan masyarakat adalah meningkatkan solidaritas sesama
anggota masyarakat yang mengalami konflik dengan masyarakat lainnya dan mungkin
juga membuat keretakan hubungan antar masyarakat yang bertikai. Konflik dapat
berakibat negatif maupun positif bergantung pada cara mengelola konflik
tersebut.
1.
Akibat negatif dari
konflik, antara lain:
a. Menghambat komunikasi.
b. Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
c. Mengganggu kerjasama atau “team work”.
d. Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan
produksi.
e.
Menumbuhkan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
f.
Individu atau personil
mengalami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan,
mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.
2. Akibat Positif dari konflik, antara lain:
a. Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
b. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
c. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan
perbaikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan
organisasi.
d. Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
e. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan
pendapat.
2.5 Peranan Komunikasi dalam Upaya Penanggulangan Konflik
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada
proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari
pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak
luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah
informasi yang akurat tentang situasi konflik.
Menurut Ross (1993: 7) bahwa manajemen konflik merupakan langkahlangkah
yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan
perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama
dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku)
para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran
terhadap konflik. Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen
konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses.
Minnery juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota
merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan
model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami
penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya
dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen
konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap
keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi
karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka
dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan
untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan
atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut
berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai
aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga. Menurut
Ateng (1992: 12), dengan melakukan olahraga, konflik dalam masyarakat dapat di
perkecil atau akan pudar dalam kesehariannya.
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana.
Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan
pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot
atau tingkat konflik tersebut. Langkah langkah yang harus dilakukan sebelum
menyelesaikan konflik adalah sebagai berikut:
1. Usahakan memperoleh semua fakta mengenai keluhan
itu,
2. Usahakan memperoleh dai kedua belah pihak,
3. Selesaikan problema itu secepat mungkin.
Beberapa
cara
yang dapat diupayakan untuk
menyelesaikan konflik (Wahyudi, 2006), antara lain:
a. Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Seseorang
harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam
organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
b. Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk
mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya.
c. Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan
yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer
untuk menghindari konflik adalah dengan
menerapkan komunikasi yang efektif dalam
kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat
dijadikan sebagai satu cara hidup.
d. Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk
mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan seseorang telah memiliki
pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali seseorang dengan tanda
bahwa mereka telah mendengarkan.
Selain
itu, sedikitnya ada lima tindakan yang dipayakan untuk menangani konflik, di
antaranya:
1. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan
kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa
sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat,
kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya
perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi
disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan,
dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas
kepentingan bawahan.
2. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari
dari situsasi tersebut secara fisik
ataupun psikologis. Sifat tindakan ini
hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi
disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba
untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang
baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali,
ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki
hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
3. Akomodasi
Akomodasi adalah mengalah dan
mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan
dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik
dengan pihak tersebut. Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di
sini.
4. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak
merasa bahwa kedua hal tersebut sama–sama penting dan hubungan baik menjadi
yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk
mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).
5. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja
sama.
Mengatasi
konflik juga dapat dilakukan melalui hal-hal berikut ini:
a. Rujuk, merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk
kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan
bersama.
b. Persuasi, yaitu usaha
mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul,
dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan
konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
c. Tawar-menawar, suatu penyelesaian yang dapat diterima
kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam
cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji
secara eksplisit.
d. Pemecahan masalah terpadu, yaitu usaha
menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran
informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur.
Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara
bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
e. Penarikan diri, suatu
penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari
hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu
berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama
lain.
f.
Arbitrase
(arbitration), dimana pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan
berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin
tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik
daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
g. Penengahan (mediation), menggunakan
mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu
mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan
memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara
terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku
mediator.
h. Konsultasi, bertujuan untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta
mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan
tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi.
la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa
tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat
proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa. Untuk mengelola
konflik, strategi manajemen konflik di tempuh dengan tujuan untuk menjembatani
dan menekan masalah agar tidak terjadi konflik yang berakibat fatal.
Istilah manajemen konflik sendiri adalah serangkaian aksi dan reaksi
antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan
sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan, di antaranya:
i.
Konflik dalam
komunikasi merupakan pertentangan yang terjadi selama proses penjaringan,
pengolahan, penyebaran, dan penanggapan terhadap informasi dari satu phak ke
pihak lainnya. Baik dalam satu komunitas yang sama-maupun komunitas yang
berbeda.
ii.
Secara umum, ada tiga
jenis konflik berdasarkan perilakunya, yaitu konflik penghindaran, konflik
persaingan, dan konflik kolaborasi.
iii. Konflik dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif,
bergantung pada pengelolaan konflik tersebut.
iv. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan (interests) dan
interpretasi.
v.
Beberapa upaya untuk
mengelola konflik, antara lain memperbaiki jalinan komunikasi, disiplin,
pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan, mendengarkan secara aktif,
berkompetisi, menghindari konflik, akomodasi, kompromi, kolaborasi, rujuk,
persuasi, tawar-menawar, pemecahan masalah terpadu, penarikan diri, arbiterase,
mediasi, konsultasi.
3.2 Saran
Konflik
merupaka suatu keniscayaan di dalam kehidupan manusia. Melenyapkan konflik
bukan solusi yang tepat untuk direncanakan. Akan tetapi, mengelola konflik
melalui pemanfaatan jaringan komunikasi yang kuat dapat memperbaiki kualitas
hubungan individu dengan individu lainnya, maupun individu dengan Sang
Pencipta. Sebaiknya, setiap calon guru mempersiapkan diri dengan kemampuan
berkomunikasi serta keterampilan penanganan konflik yang baik. Lazimnya, sosok
guru di tengah masyarakat merupakan penengah atau penyelesai konflik yang
mendapat tempat serta didengarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, GM., & Dariyanto, E. 2017. Kisruh Kader Golkar Rebutan Kursi Ketua DPR. DetikNews (Online)
diakases melalui https://news.detik.com/berita/3766244/kisruh-kader-golkar-rebutan-kursi-ketua-dpr
Koran Tempo. 2017. Lobi
di Sela Kisruh KPK. Koran Tempo (Online) diakses melalui https://majalah.tempo.co/konten/2017/12/03/NAS/154465/Lobi-di-Sela-Kisruh-KPK/41/46
Kreitner, R., &
dan Kinicki, A. 2014. Perilaku Organisasi.
Jakarta: Salemba Empat.
Komentar
Posting Komentar