makalah prinsip dasar mengurangi resiko bencana
MAKALAH
PENGETAHUAN KEBENCANAAN LINGKUNGAN
’’PRINSIP DASAR MENGURANGI RESIKO BENCANA’’
DISUSUN OLEH :
Kelompok 6
Helma Boti (1606101020038)
Nadia
Rezkita Febri (1606101020023)
M. Ananda
Pratama (1606104020088)
Nasrah
(1606101020029)
Amelia
(1606103020035)
Fakultas
keguruan dan ilmu pendidikan
Mata Kuliah : Pengetahuan
Kebencanaan Lingkungan
Dosen :Dra.
Nurulwati, M.Pd
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji
syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa atas segalarahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga berhasil menyelesaikan makalah tentang“Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Perilaku Kekerasan” ini dengan baik.
Bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih,atas
bantuan dan bimbingan kepada dosen pembimbing dan teman – teman sekalian.
Penulis menyusun
makalah ini dengan
sebaik-baiknya, namun penulis
menyadari
kemungkinan adanya
kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja. Oleh karena itu, kritikdan
saran dari pembaca akan penulis terima dengan rasa syukur.
DARUSSALAM, 24 SEPTEMBER 2016
KELOMPOK
6
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Indonesia
yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yangsangat tinggi
dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut sertaadanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia
menyebabkan timbulnya risikoterjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan
kedaruratan kompleks, meskipun disisilain
juga kaya akan
sumberdaya alam. Pada
umumnya risiko bencana
alam meliputibencana akibat
faktor geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencanaakibat
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana
akibatfaktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama
tanaman) sertakegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi,
radiasi nuklir, pencemaranbahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait
dengan konflik antar manusia akibat kedaruratan kompleks merupakan kombinasi
dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Kompleksitas
dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atauperencanaan
yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secaraterarah
dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan
padalangkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi
tumpang tindihdan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………. 1
DATAR ISI ……..……………………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………................. 3
BAB II TUJUAN KONSEP…………………………………………………………………. 4
a.perinsip penangulangan
bencana………………………………………….. 4
b.tahapan penggulangan
bencana…………………………..................... 5
BAB III
PENUTUP………………………………………….………………………………. 7
a.kesimpulan…………………………………………………………………………. 8
b.daftar
pustaka…………………………………………………………………….. 9
BAB II
TINJAUAN
KONSEP
A. Prinsip
Dasar Penanggulangan Bencana
Pengertian Bencana
World Health Organization mendefinisikan
bencana sebagai "fenomena ekologis cukup besar yang terjadi tiba-tiba
sehingga membutuhkan bantuan dari luar." The American College of Emergency
Physicians (ACEP) menyatakan bahwa sebuah bencana telah terjadi "ketika
kekuatan merusak dari alam atau buatan manusia melampaui sebuah area atau
komunitas tertentu untuk mendapatkan perawatan kesehatan."
Definisi lain juga ada, namun secara umum
menyebutkan bahwa ada kekacauan besar sehingga organisasi, infrastruktur dan
sumber daya setempat tidak dapat kembali seperti sedia kala setelah kejadian
tersebut tanpa bantuan dari pihak luar.
Menurut UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan
Bencana, bencana merupakan peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis.
Penanggulangan
bencana
merupakan
suatu disiplin ilmu yang menyangkut seluruh kegiatan yang meliputi aspek
perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi
bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana, yang bertujuan untuk
(1)
mencegah kehilangan jiwa
(2)
mengurangi penderitaan manusia
(3)
memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta
(4)
mengurangi kerusakan infrastruktur utama
harta
benda dan kehilangan sumber ekonomi. Bidang ilmu ini berhubungan dengan
persiapan sebelum terjadi bencana, tanggap bencana (mis. evakuasi gawat
darurat, karantina, dekontaminasi massa, dll) serta mendukung dan
membangun kembali masyarakat setelah bencana alam atau bencana buatan manusia
terjadi. Jadi manajemen gawat darurat merupakan proses berkelanjutan dimana
semua individu, kelompok dan komunitas mengelola risiko dalam usaha untuk
menghindari atau memperbaiki akibat bencana yang merupakan hasil dari risiko.
B.Tahapan Penanggulangan Bencana
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat
dibagi ke dalam tiga kegiatan utama, yaitu:Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan serta peringatan dini;
1.
Kegiatan saat terjadi
bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan
sementara, seperti kegiatan Search and Rescue (SAR), bantuan darurat dan
pengungsian
2.
Kegiatan pasca bencana yang
kencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Referensi
lain membagi proses manajemen gawat darurat menjadi empat tahap yaitu mitigasi
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan.
Kegiatan
Pra Bencana
- Mitigasi
Mitigasi merupakan usaha yang dilakukan untuk
mencegah risiko-risiko yang ada berkembang menjadi bencana secara keseluruhan
atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi efek bencana ketika terjadi.
Tahap ini berbeda dari tahapan lain karena menitikberatkan pada langkah-langkah
jangka panjang untuk megnurangi atau menghilangkan risiko. Tindakan-tindakan
mitigatif dapat berupa struktural maupun non-struktural. Tindakan-tindakan
struktural menggunakan penyelesaian teknologi seperti bendungan atau kanal
untuk mengontrol banjir.Tindakan
non-struktural mencakup legislasi, perencanaan penggunaan lahan dan asuransi.
Mitigasi juga mencakup peraturan mengenai evakuasi, sanksi bagi yang
menolak peraturan (seperti evakuasi wajib), dan mengkomunikasikan risiko
potensial kepada masyarakat. Mitigasi merupakan metode yang murah untuk
mengurangi dampak risiko, namun hal ini tidak selalu disukai. Implementasi
strategi mitigasi dapat dipandang sebagai bagian proses pemulihan jika
dilakukan setelah terjadi bencana.
- Kesi Kesiap
siagaan
Pada tahap kesiapsiagaan, pemerintah atau
pihak berwenang mengembangkan rencana aksi ketika bencana terjadi.
Langkah-langkah kesiapsiagaan yang umum dilakukan mencakup:
·
Rencana komunikasi dengan
metode dan istilah yang mudah dimengerti
·
Perawatan dan pelatihan
pelayanan gawat darurat yang memadai, termasuk sumber daya manusia massa seperti tim gawat darurat
yang ada di masyarakat
·
Pengembangan dan pelatihan
metode peringatan gawat darurat masyarakat digabung dengan tempat perlindungan gawat darurat serta rencana
evakuasi
·
Cadangan, inventaris dan
pemeliharaan peralatan dan perlengkapan bencana
·
Mengembangkan organisasai
masyarakat yang terdiri dari awam terlatih
Aspek lain dari kesiapsiagaan adalah
perkiraan korban bencana, penyelidikan berupa berapa banyak korban jiwa atau
cedera yang mungkin jatuh dari suatu kejadian bencana tertentu.
Perencanaan bencana dapat dibagi ke dalam
perencanaan eksternal dan internal. Banyak komunitas yang memiliki rencana yang
terinci yang ketika diuji ditemukan bahwa rencana tersebut berdasarkan asumsi
yang keliru ataupun sama sekali tidak dapat diterapkan pada konteks respons
awal.
Perencanaan
Eksternal
Perencanaan penanggulangan bencana perlu
dibuat dengan menggabungkan temuan di lapangan dengan teori ataupun penelitian
mengenai bencana sehingga rencana bencana yang kadang dibuat berdasarkan asumsi
yang keliru dan tidak terbukti kebenarannya tidak terjadi. Contohnya, para
perencana secara logis berpikir bahwa pasien yang paling parah akan diangkut
pertama kali pada saat bencana, pada kenyataannya hal ini tidak terjadi pada
banyak kejadian.
Dalam mengembangkan rencana bencana, perlu
diingat bahwa tidak mungkin untuk merencanakan semua kemungkinan; oleh karena
itu, rencana harus relatif umum sehingga dapat dikembangkan. Sebagian besar
bencana yang dapat ditangani menggunakan sumber daya lokal atau regional
mengakibatkan korban jiwa kurang dari 100 dan kurang dari 500 cedera berat.
Jika rencana dikembangkan untuk bencana skala yang lebih besar, rencana perlu
fokus pada 48 jam pertama pasca bencana hingga bantuan nasional atau pusat
dapat tiba dan mengatasi tingkat fatalitas yang tinggi selama 24 jam pertama.
Perencanaan Internal
Perencana bencana
rumah sakit harus mempertimbangkan skenario yang telah dijelaskan sebelumnya,
termasuk kemungkinan bahwa bencana dapat melibatkan rumah sakit. Untuk kejadian
langka tersebut, aspek-aspek keterlibatan rumah sakit seperti dekontaminasi
massa, triase multipel dan area pemeringkatan (staging area) di dalam rumah
sakit, serta persediaan peralatan dan perlengkapan yang memadai harus
diantisipasi. The Joint Comission on Accreditation of Hospitals (JCAHO)
mensyaratkan rumah-rumah sakit untuk melatih rencana bencana secara
berkala dan membentuk komisi bencana. Komisi ini perlu terdiri dari
departemen penting dalam rumah sakit, termasuk administrasi, pelayanan
keperawatan, keamanan, komunikasi, laboratorium, pelayanan dokter (termasuk
tapi tidak terbatas pada kedokteran gawat darurat, bedah umum, dan radiologi), rekam
medis serta perawatan mesin dan peralatan pendukung operasional rumah sakit.
Rencana bencana rumah
sakit sebaiknya mencakup protokol dan kebijakan yang memenuhi kebutuhan
berikut:
·
Pengenalan dan notifikasi
·
Penilaian kemampuan rumah
sakit
·
Pemanggilan kembali petugas
·
Pembangunan pusat kendali
fasilitas
·
Perawatan rekam medis yang
akurat
·
Hubungan masyarakat
·
Penyediaan kembali
kebutuhan rumah sakit
Kegiatan
Saat Bencana
Respons
Tahap respons mencakup mobilisasi pelayanan
gawat darurat danfirst responders yang diperlukan ke tempat
bencana. Hal ini mencakup gelombang pertama pelayanan gawat darurat inti
seperti pemadam kebakaran, polisi, dan petugas medis beserta ambulans.
Rencana gawat darurat yang dilatih dengan
baik yang dikembangkan sebagai bagian dari tahap kesiapsiagaan memungkinkan
koordinasi penyelamatan yang efisien. Dimana diperlukan usaha search
and rescue dapat dilakukan pada tahap awal. Tergantung cedera yang
dialami, suhu di luar, dan akses terhadap udara dan air, sebagian besar korban
bencanca akan mati dalam 72 jam setelah terjadi bencana.
AktivasiNotifikasi dan
Respons Awal
Pada tahap ini,
organisasi yang terlibat dalam respons bencana dan populasi yang mungkin
terkena dampak diberitahukan. Jika bencana diantisipasi, tahap ini terjadi
sebelum bencana. Ini berarti masuk ke dalam tahapan pra bencana. Banyak tempat
di area bencana yang memerlukan waktu lebih dari 24 jam untuk melakukan
evakuasi secara keseluruhan.
Pengaturan komando dan penilaian lokasi kejadian
Pengaturan komando dan penilaian lokasi kejadian
Begitu tahap aktivasi
telah dimulai, struktur komando dan staf yang telah diatur sebelumnya untuk
merespons bencana perlu diatur kembali dan jaringan komunikasi awal dibangun.
Ini merupakan salah satu langkah penting yang diambil begitu bencana terjadi.
Secara historis, waktu berharga dapat hilang selama respons bencana pada saat
sistem pusat berkoordinasi dengan usaha-usaha respons disiapkan. Selama tahap
ini, laporan-laporan awal mengenai penilain lokasi kejadian keseluruhan mulai
berdatangan. Untuk bencana yang statis, aset respons yang diperlukan mungkin
perlu ditentukan. Kadang, fakta awal yang diketahui adalah bahwa bencana
merupakan proses yang terus berjalan. Namun, bahkan fakta ini penting dalam
menentukan apakan bantuan luar diperlukan, masih membutuhkan waktu untuk mengaktivasi
sumber-sumber daya tersebut.
Implementasi
Tergantung pada
struktur dan fungsi sistem komando, search and rescue dapat
berada pada komando pemadam kebakaran, pelayanan gawat darurat medis, atau
polisi atau suatu unit tersendiri. Pada insiden yang secara geografis tertutup,
usaha search and rescue cenderung gamblang. Pada bencana yang
lebih besar, khususnya yang tengah berlangsung atau melibatkan aktivitas
terorisme, pendekatan kooperatif diperlukan dan aksi seach and rescue sendiri
harus diorganisir untuk memastikan cakupan daerah yang cukup dan menyeluruh.
Ekstrikasi, triase, stabilisasi dan transpor
Di banyak negara
ekstrikasi telah berevolusi menjadi fungsi dan tugas pemadam kebakaran. Sebagai
tambahan tim khusus penyelamatan teknis dan perlindungan, pemadam kebakran
lebih memiliki pengalaman dengan gedung runtuh dan bahaya sekunder (mis.
banjir, kebakaran) dibanding organisasi lain.
Konsep triase melibatkan identifikasi dan pemilahan korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk meudian diberikan proritas untuk dirawat. Gambaran lengkap triase jauh di luar jangkauan tulisan ini. Petugas medis biasa memberikan perawatan yang ekstensif dan definitif untuk tiap pasien. Ketika bertemu dengan banyak pasien pada waktu bersamaan pada keadaan bencana, mudah untuk megnalami kewalahan, bahkan bagi pekerja bencana yang berpengalaman. Triase harus dilakukan pada tingkat berbeda dan pasien harus dinilai ulang setiap langkah dari proses itu.
Konsep triase melibatkan identifikasi dan pemilahan korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk meudian diberikan proritas untuk dirawat. Gambaran lengkap triase jauh di luar jangkauan tulisan ini. Petugas medis biasa memberikan perawatan yang ekstensif dan definitif untuk tiap pasien. Ketika bertemu dengan banyak pasien pada waktu bersamaan pada keadaan bencana, mudah untuk megnalami kewalahan, bahkan bagi pekerja bencana yang berpengalaman. Triase harus dilakukan pada tingkat berbeda dan pasien harus dinilai ulang setiap langkah dari proses itu.
Transpor korban harus
diatur dan dijalankan untuk menyalurkan korban ke fasilitas yang mampu
menerimanya. Berdasarkan pengalaman, mayoritas individu yang terluka berat
dibawa hanya kepada satu atau dua fasilitas penerima, yang kemudian kewalahan.
Ini terjadi ketika fasilitas lain siap menerima pasien.
Kegiatan Pasca BencanaPemulihan
Tujuan dari tahap
pemulihan adalah mengembalikan daerah yang terkena bencana kembali ke keadaan
semula. Hal ini berbeda dari tahap respons dalam hal fokus; usaha-usaha
pemulihan berhubungan dengan masalah dan keputusan yang harus dibuat setelah
kebutuhan penting dipenuhi. Usaha-usaha ini terutama berhubungan dengan aksi
yang melibatkan pembangunan kembali bangunan yang hancur, pengerjaan kembali
dan perbaikan infrastuktur penting lainnya. Aspek penting dari usaha pemulihan
yang efektif adalah memanfaatkan 'jendela kesempatan' untuk mengimplementasikan
langkah-langkah mitigatif yang mungkin kurang disukai. Penduduk dari daerah
yang terkena bencana lebih mudah menerima perubahan mitigatif ketika bencana
masih segar dalam ingatan.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari berbagai fakta bencana yang ada jelas
terlihat bahwa bencana besar yang terjadi tidak serta merta datang begitu saja,
namun didahului oleh adanya eksploitasi lingkungan yang berlebihan, kebijakan
pemerintah yang kurang memperhatikan AMDAL ( analisis mengenai dampak
lingkungan ) , Tata Ruang yang kurang baik dan tidak bainya managemen
pemerintah untuk mengatisipasi dan penaggulangan bencana.
B.daftar
pustaka
PUSAT TERITORIAL ANGKATAN
DARAT
PUSAT PENDIDIKAN TERITORIAL
Komentar
Posting Komentar